Rabu, 04 April 2012

Analisis Vegetasi



I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

            Dalam suatu daerah atau tempat memiliki keragaman tanaman dan anthropoda yang berbeda-beda tergantung faktor biotik maupun abiotiknya. Diantara faktor biotiknya bisa berupa vegetasi tanaman, arthropoda,dll. Untuk faktor abiotiknya bisa berupa radiasi matahari, ketebalan seresah, kelembaban,suhu, dll. Faktor-faktor ini yang kemudian akan mempengaruhi ekosistem yang ada pada daerah tersebut. Semakin seimbang faktor-faktor itu maka semakin baik ekosistem tersebut.
            Faktor biotik itu bisa dikatakan mempengaruhi vegetasi, apabila dalam suatu vegetasi tersebut faktor biotik itu bisa menambah dan mengurangi jumlah dan keragaman vegetasi dan anthropoda dalam suatu lahan. Bisa dilihat dalam contoh dengan kehadiran suatu musuh alami dari anthropoda dalam jumlah yang banyak, maka akan mengakibatkan jumlah anthropoda itu akan berkurang. Sedangkan dalam biomassanya, faktor biotik yang berperan akan memberikan pengaruh pada jumlah massa (jumlah) dari setiap spesies pepohonan.
Faktor abiotik itu bisa dikatakan mempengaruhi vegetasi, apabila dalam suatu vegetasi tersebut faktor abiotik itu bisa menambah dan mengurangi jumlah dan keragaman vegetasi dan anthropoda dalam suatu lahan. Bisa dilihat dalam contoh dengan suhu dalam suatu wilayah tanam. Pada suhu yang rendah pada suatu daerah menyebabkan tingkat kelembaban rendah, sehingga penyebaran dan perkembangan tanaman sangat baik dan tingkat keragaman vegetasi banyak.
            Hal-hal diatas merupakan hal yang ter penting dalam pengamatan. Dengan mengamati faktor biotik maupun abiotik suatu daerah maka akan didapatkan hubungan dari faktor abiotik dengan biotik terhadap lingkungan.
            Pada laporan fieldtrip ini akan menjelaskan tentang faktor biotik dan abiotik yang meliputi vegetasi, biomassa dan arthropoda pada Lahan Cangar dan Lahan Jatikerto. Laporan ini juga membandingkan hasil pengamatan Cangar dengan Jatikerto. Dengan membandingkan pengamatan cangar dan jatikerto maka akan diketahui perbedaan pada daerah tersebut dan kenapa perbedaan tersebut bisa terjadi.



1.2 Tujuan
            Tujuan pengamatan ini didapatkan dari latarbelakang, yaitu:
            1.  Untuk mengetahui perbandingan Vegetasi tanaman dilahan Cangar dan Jatikerto
            2.  Untuk mengetahui perbandingan Biomassa dilahan Cangar dan Jatikerto
            3.  Untuk mengetahui perbandingan keragaman Arthropoda dilahan Cangar dan
     Jatikerto



































II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANALISIS VEGETASI DAN FAKTOR ABIOTIK
2.1.1 Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi ekosistem yang luas, maka kegiatan analisis vegetasi sangat erat kaitannya dengan sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili ekosistem.
Dalam sampling ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh, dan teknik analisis vegetasi yang digunakan.
Prinsip penentuan ukuran petak, adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada daam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung, dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian.
Cara peletakan petak contoh ada dua, yaitu :
a)        Random sampling, metode ini hanya mungkin digunakan jika vegetasi yang diamati adalah homogeny (artinya, kita bebas menempatkan petak contoh dimana saja, karena peluang menemukan jenis berbeda tiap petak contoh relatif kecil)
b)        Systemic sampling, metode ini digunakan untuk penelitian karena lebih mudah pelaksanaannya dan data yang dihasilkan dapat bersifat representatif
Untuk data analisis vegetasi, tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen penyusun vegetasi itulah yang menjadi pengukuran dalam pengukuran vegetasi. Selain dapat diambil dari plot utama, komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi yang dapat diambil dari plot pendukung umumnya terdiri dari :
a)      Belukar (Shrub), tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai
b)      Epifit (Epiphyte), tumbuhan yang hidup di permukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit
c)      Paku-pakuan (Fern), tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun
d)     Palma (Palm), tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi, tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
e)      Pemanjat (Climber), tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar
f)       Terna (Herb), tumbuhan yang merambat di tanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang mencolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
g)      Pohon (Tree), tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
(Tim Dosen Ekologi Pertanian, 2011)
Dalam analisis vegetasi, terdapat rumus-rumus penting yang harus dimengerti dan diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
1.  Kerapatan, menunjukkan jumlah individu suatu jenis tanaman pada setiap petak contoh.
a) Kerapatan Mutlak (KM)     =
b) Kerapatan Nisbi (KN)                    =  x 100 %
2. Frekuensi, menunjukkan berapa jumlah petak contoh (dalam persen) yang memuat jenis tumbuhan (spesies) tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat.
a) Frekuensi Mutlak (FM)       =
b) Frekuensi Nisbi (FN)          =  x 100 %

Frekuensi ini sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
- Luas petak contoh
- Distribusi tumbuhan
- Ukuran jenis tumbuhan
3. Dominansi ialah parameter yang digunakan untuk menunjukkan luas suatu area yang ditumbuhi suatu spesies (jenis tumbuhan) atau kemampuan suatu jenis tumbuhan dalam hal bersaing terhadap jenis lainnya.
  Dominansi Mutlak (DM)       = 
         Luas basal area                    = 
                                         d1 = diameter terpanjang suatu spesies
                                         d2 = diameter spesies yang tegak lurus dengan d1
4.    Menentukan Nilai Penting (Importance Value = IV)
Merupakan jumlah nilai nisbi dari dua atau tiga parameter yang dibuat
Importance Value (IV)            = KN + FN +DN

5.      Menentukan Summed Dominance Ratio (SDR)
Perbandingan Nilai Penting (Summed Dominance Ratio = SDR), menunjukkan nilai jumlah penting dibagi jumlah besaran dan nilainya tidak pernah lebih dari 100%
Summed Dominance Ratio (SDR) =
(Tim Dosen Ekologi Pertanian, 2011)




2.1.2   Faktor Abiotik

Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik yang mempengaruhi ekosistem antara lain sebagai berikut :
a)      Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
b)      Sinar Matahari
Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis.
c)      Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan; air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji, Bagi hewan dan manusia; air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
d)     Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
e)      Ketinggian
Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisk dan kimia yang berbeda.
f)       Angin
Angin selain berperan dalam menentukan kelembaban juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu
(Tim Dosen Ekologi Pertanian, 2011)

2.2    BIOMASSA POHON DAN FAKTOR ABIOTIK (TANAH)
2.2.1 Biomassa
Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu (a glossary by the IPCC, 1995). Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan suatu ton berat kering per satuan luas.
( Sandra Brown, 1997)

  Untuk mengukur biomassa pohon atau kandungan C yang tersimpan, bisa melalui 3 tahap pengukuran yaitu:
a)    Mengukur   biomassa semua tanaman dan nekromasa yang ada pada suatu lahan.
b)   Mengukur konsentrasi C tanaman di laboratorium
c)    Menghitung kandungan C yang disimpan pada suatu lahan.

Pengukuran tersebut dapat dilakukan dengan teknik Destructive Sampling ataupun Non- Destructive Sampling.
a)    Destructive Sampling / Melakukan Perusakan misalnya menebang pohon atau memanen seperti yang dilakukan pada tanaman semusim.
Metode ini dilaksanakan dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkan dan menimbang berat biomassanya. Pengukuran dengan metode ini untuk mengukur biomassa untuk area yang lebih luas. Meskipun metode ini terhitung akurat untuk menghitung biomassa pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal dan sangat memakan waktu.
(Hitchcook and McDonnell, 1979)
b)   Non- Destructive Sampling / Tanpa Melakukan Perusakan Tanaman atau memanen tanamannya.
Metode ini dilaksanakan dengan melakukan pengukuran tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan allometrik untuk mengekstrapopulasi biomassa, biasanya diawali dengan pembagian sub plot, mengukur dbh pohon (dengan memperhatikan pula titik pengukuran dbh pada masing-masing jenis spesies batang pohon)
                   (Australian Greenhouse Office, 1979)

2.2.2   Faktor Abiotik (Tanah)

Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup di dalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi  pertumbuhan organisme,terutama tumbuhan.
(Tim Dosen Ekologi Pertanian, 2011)

2.3   ANTHROPODA
        Anthropoda adalah filum terbesar di dunia hewan, mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan, dan hewan sejenis lainnya.
(Anonymous, 2011)
Dalam pengamatan kita, mungkin penampilan umum serangga yang satu mempunyai kesamaan dengan serangga lainnya, akan tetapi mereka menunjukkan keragaman yang sangat besar dalam bentuknya, maka dari kerajaan Animalia tersebut dibagi menjadi dua subkingdom yaitu invertebrata dan vertebrata. Serangga merupakan kelas dari subkingdom invertebrata dan masuk fillum Anthropoda.
Karena dari kelas insekta ini memiliki jenis yang paling banyak maka akan dipelajari lebih dalam lagi dalam pengelompokannya. Dalam kelas insekta terdiri dari beberapa suku yang sangat penting terdapat paling banyak di alam,diantaranya yaitu:
a)        Coleoptra, bersayap keras (perisai)
b)        Dipteral, sayap belakang di modifikasi menjadi halter
c)        Homoptera, sayap depan dan belakang tersusun sama
d)       Hemptera, sayap depan sebagian membraneus
e)        Hymenoptera, sayap mirip seperti selaput
f)         Lepidoptera, sayap dilapisi bulu atau sisik
g)        Tysanoptera, sayap berumbai
h)        Othoptera, bersayap lurus
i)          Isopteran, bentuk dan ukuran sayap depan dan belakang sama
j)          Odonata
Peranan anthropoda dalam mempengaruhi ekosistem di alam ada 3 macam. Peranan Arthropoda  tersebut yaitu:
a)      Hama
Hama adalah binatang atau sekelompok binatang yang pada tingkat populasi tertentu menyerang tanaman budi daya sehingga dapat menurunkan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas dan secara ekonomis merugikan. Contoh: serangga tikus pada tanaman padi yang menyebabkan gagalnya panen,serangan Crocidomolia binotalis yang menyerang pucuk tanaman kubis-kubisan.
b)      Predator
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa binatang lainnya. Contohnya :Menochilus sexmaculatus yang memang sa Aphid sp.
c)      Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitik pada fase pradewasa dan pada fase dewasa mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Contoh: Diadegma insulare yang merupakan parasitoid telur dari Plutella xylostela. Apabila telur yang terparasit sudah menetas maka  Diadegma insulare akan muncul dan hidup bebas dengan memakan nektar.
(Tim Dosen Ekologi Pertanian, 2011)














III. METODOLOGI

3.1    ALAT,BAHAN,FUNGSI,BESERTA TEKNIS LAPANG
3.1.1   Analisis Vegetasi dan Faktor Abiotik
Pada pengamatan analisis vegetasi dan faktor abiotik dibutuhkan alat, bahan, dan teknis lapang sebagai berikut :
1)   Alat
a)    Tali Rafia, untuk melilitkan pada Pohon Jati yang diamati.
b)   Meteran Jahit, untuk mengukur tali rafia yang tadinya dililitkan pada batang pohon jati.
c)    Penggaris 30 cm,untuk pengukuran.
d)   Alat Tulis, untuk mencatat hasil pengamatan.
e)    Camera, untuk mendokumentasikan hasil pengamatan.
f)    Tanaman tahunan (pohon jati), sebagai objek yang di amati.
g)   Termometer suhu,untuk mengukur suhu tanah
h)   Kantong plastik,untuk tempat sampel

2) Bahan
a) Pohon, sebagai objek pengamatan
b) Jenis rumput-rumputan atau tumbuhan lain, sebagai objek pengamatan













3) Teknis lapang
o  Lakukan pengamatan cepat apakah tapak bersifat monokultur atau polikultur. Untuk area monokultur (plot utama) ditentukan petak percontohan dengan luasan 5x5 m2, sedangkan di plot pendukung dibuat petak pengamatan berupa kotak dengan ukuran 1x1 m2. Kotak pengamatan dibuat dengan tali rafia dan kayu penahan disetiap pojokan denagan pengulangan lima kali untuk di plot pendukung (plot utama tidak ada pengulangan)
o  Identifikasi/inventarisasi vegetasi yang masuk dalam kotak pengamatan. Amati vegetasi di dalam kotak pengamatan yang terdiri dari spesies, jumlah individu dan luas bidang dasar.
o  Dari setiap spesies dibuat herbarium. Bila terdapat spesies yang belum dikenali,herbarium dapat digunakan untuk membandingkan dengan sumber informasi lain seperti buku,website internet dan sumber lainnya.
o  Hitung besarnya kerapatan (individu/ha),frekuensi dan dominansi (m2/ha) dan indek nilai penting (INP) dari masing-masing data vegetasi yang sudah diambil.

3.1.2   Biomassa Pohon dan Faktor Abiotik (Tanah)
Pada pengamatan biomassa dan faktor abiotik dibutuhkan alat, bahan, dan teknis lapang sebagai berikut :
1) Alat
a)    Pita ukur (meteran) berukuran panjang 50 m,sebagai media ukur
b)   Tali raffia berukuran panjang 100 m dan 20 m atau 20m dan 5 m tergantung ukuran plot yang akan dibuat,sebagai pembatas plot.
c)    Tongkat kayu/bambu sepanjang 2.5m untuk mengukur lebar sub plot ke sebelah kiri dan kanan dari garis tengah, atau 10 m untuk plot besar,sebagai penyangga pembatas plot.
d)   Parang atau gunting tanaman,untuk memotong.
e)    Spidol warna biru atau hitam,sebagai media pencatat hasil pengamatan .
f)    Blangko pengamatan,sebagai media pencatat hasil pengamatan.
2) Bahan
a) Seresah, sebagai objek pengamatan
b) Pohon, sebagai objek pengamatan

3) Teknis Lapang
o  Untuk lahan hutan,buatlah plot berukuran 5mx40m=200 m2 (disebut SUB PLOT). Untuk sistem agroforestri atau perkebunan yang memiliki jarak tanam antar pohon cukup lebar,buatlah SUB PLOT BESAR ukuran 20 m x 100 m= 2000 m2.
o  Perbesar ukuran SUB PLOT bila dalam lahan yang di amati terdapat pohon besar (diameter batang > 30 cm) menjadi 20 m x 100 m= 2000 m2 (disebut PLOT BESAR)
o  Pilihlah SUB PLOT pada lokasi yang kondisi vegetasinya seragam. Hindari tempat-tempat yang terlalu rapat atau terlalu  jarang vegetasinya
o  Buatlah SUB PLOT lebih dari satu bila kondisi lahan tidak seragam (misalnya kondisi vegetasi dan tanahnya beragam ), satu SUB PLOT mewakili satu kondisi.Buatlah SUB PLOT lebih dari satu bila kondisi tanahnya berlereng,buatlah satu sub plot di setiap bagian lereng (atas,tengah dan lereng bawah).
o  Beri tanda dengan tali dan ikatkan pada patok pada keempat sudut SUB PLOT.
o  Amatilah ada berapa jenis pohon yang tumbuh dalam satu plot,dan berapa jumlahnya. Catat dalam lembar yang di sediakan.






3.1.3   Faktor Biotik (Keragaman Anthropoda dalam Ekosistem)
Pada pengamatan analisis vegetasi dan faktor abiotik dibutuhkan alat, bahan, dan teknis lapang sebagai berikut :
1) Alat,Bahan, dan Fungsi
a)    Gelas aqua ,tempat untuk menangkap serangga dalam metode pitfall.
b)   Buku Kunci Determinasi Serangga, untuk mengidentifikasi serangga.
c)    Sweepnet,untuk menangkap serangga secara ayunan.
d)   Kantong Plastik 1 kg,tempat serangga yang tertangkap dengan metode pitfall.
e)    Alat tulis,untuk mencatat hasil pengamatan.
f)    Camera,untuk mendokumentasikan hasil pengamatan.
g)   Fial Film,untuk tempat wadah serangga.
h)   Air,sebagai bahan untuk menangkap serangga dengan metode pitfall.
i)     Alkohol 70%,untuk mengawetkan serangga.
j)     Sterofoam,untuk tempat serangga setelah di awetkan.
2) Bahan
a) Anthropoda, sebagai objek pengamatan

3) Teknis Lapang
o  Pemasangan pitfall trap satu hari sebelum pelaksanaan,pemasangan ini di lakukan dengan metode pengambilan contoh secara sistematis pada garis diagonal.
o  Cari serangga dengan swept net dengan metode ayunan ganda.


o  Lalu serangga yang sudah masuk dalm pitfall di ambil dan di masukkan ke fial film,sedangkan serangga yang masuk pada swept net di masukkan di plastik.







IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan dan Tabel Pengamatan (Cangar dan Jatikerto)
4.1.1 Analisis Vegetasi dan Faktor Biotik
a)  Jatikerto
Tabel Identifikasi Tanaman
Lokasi Jatikerto
No
Nama Vegetasi
Jumlah
Gambar (Photo)
1
Tectona grandis
2

jati.JPG

2
Centrosema pubescens
1

spesimen x.jpg

3
Celastrus orbiculatus
16
spesimen Y.JPG

4
Eclipta prostrata
34

spesimen Z.JPG

5
Hedyotis corymbosa L.
29

spesimen A.JPG







6






Mimosa pudica L.






1









            Spesies Tectona grandis memiliki jumlah 2, spesies Centrosema pubescens berjumlah 1, spesies Celastrus orbiculatus  berjumlah 16, spesies Eclipta prostrata  berjumlah 34, spesies Hedyotis corymbosa L. berjumlah 29, dan spesies Mimosa pudica L.memiliki jumlah 1. Jadi populasi yang paling banyak adalah spesies Eclipta prostrata dan yang terendah adalah spesies Centrosema pubescens dan Mimosa pudica L.
Tabel Analisis Vegetasi
No
Spesies
D1
(cm)
D2
(cm)
Petak contoh ke-
1
2
3
4
5
1
Tectona
grandis
1539
450
1
 -
1
 -
2
Centrosema pubescens
10
13
1
 -
 -
 -
3
Celastrus orbiculatus
45
15
5
 -
3
1
7
4
Eclipta prostrata
30
6
3
5
13
4
9
5
Hedyotis corymbosa L.
20
5
3
 -
12
14
6
Mimosa pudica L.
15
5
 -
 -
1

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dalam setiap petak pengamatan terdapat jumlah vegetasi berbeda. Tumbuhan Tectona grandis terdapat pada petak kedua dan keempat, tumbuhan Centrosema pubescens terdapat pada petak kesatu, tumbuhan Celastrus orbiculatus terdapat pada petak kesatu, ketiga, keempat, dan kelima, tumbuhan Eclipta prostrata terdapat pada semua petak, tumbuhan Hedyotis corymbosa L. terdapat pada petak kesatu, keempat dan kelima, dan tumbuhan Putri Malu hanya terdapat pada petak kelima. Jadi jumlah vegetasi yang tertinggi pada lahan tahunan kedua pada lokasi Jatikerto adalah tumbuhan Eclipta prostrata, kerapatan vegetasi yang terendah adalah tumbuhan Mimosa pudica L.dan tumbuhan Centrosema pubescens. Tinggi dan lebar tajuk di dominasi oleh Tanaman Tectona grandis dengan tinggi 15,39 dan lebar 4,5 meter. Sedangkan yang terpendek dan tersempit adalah tumbuhan Mimosa pudica L. dengan tinggi 15 dan lebar 5 cm.

Tabel Pengamatan Suhu Udara, Kelembaban, dan Radiasi Matahari
No
Lokasi
Suhu (0C)
RH (%)
RM (Lux)
BN = Bawah Naungan
LN = Luar Naungan
DN = Dalam Naungan
1
Jatikerto
31,9
50
BN 1




LN 20
      
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa suhu pada lahan tahunan kedua khususnya dibawah naungan pohon yaitu 31,90 C dan kelembapannya 50%.
Tabel Perhitungan SDR
No
Spesies
Kerapatan
Frekuensi
LBA
Dominansi
IV (%)
SDR (%)
Mutlak
Nisbi (%)
Mutlak
Nisbi (%)
Mutlak
Nisbi (%)
1
Tectona grandis
0,4
2
0,4
12,5
1102,8
44,11
85,7
100,2
33,4
2
Centrosema pubescens
0,2
1
0,2
6,25
20,7
0,82
1,59
8,84
2,9
3
Celastrus orbiculatus
3,2
17
0,8
25
107,5
4,3
8,3
50,3
16,7
4
Eclipta prostrata
8,8
47
1
31,25
28,6
1,14
2,21
80,46
26,82
5
Hedyotis corymbosa L.
5,8
31
0,6
18,75
15,9
0,63
30,89
80,64
26,88
6
Mimosa pudica L.
0,2
1
0,2
6,25
11,9
0,47
23,12
30,37
10,12

Dari tabel di atas dapat diperoleh kerapatan mutlak tertinggi terdapat pada spesies Eclipta prostrata dengan nilai 8,8, sedangkan kerapatan mutlak terendah terdapat pada spesies Centrosema pubescens dan Mimosa pudica L.dengan nilai 0,2 . Kerapatan Nisbi tertinggi terdapat pada spesies Eclipta prostrata dengan nilai 47, sedangkan kerapatan nisbi terendah terdapat pada spesies Centrosema pubescens dan Mimosa pudica L.dengan nilai 1. Selanjutnya Frekuensi mutlak tertinggi terdapat pada spesies Eclipta prostrata dengan nilai 1, sedangkan Frekuensi mutlak terendah terdapat pada spesies Centrosema pubescens dan Mimosa pudica L. dengan nilai 0,2. Frekuensi Nisbi tertinggi terdapat pada spesies Eclipta prostrata dengan nilai 31,25, sedangkan Frekuensi Nisbi terendah terdapat pada spesies Centrosema pubescens dan Mimosa pudica L.dengan nilai 6,25. Luas basal area tertinggi terdapat pada spesies Tectona grandis dengan nilai 1102,8 dan terendah terdapat pada spesies Mimosa pudica L.dengan nilai 11,9. Dominansi Mutlak tertinggi terdapat pada spesies jati dengan nilai 44,11 , sedangkan Dominansi Mutlak terendah terdapat pada spesies Mimosa pudica L.dengan nilai 0,47. Dominansi Nisbi tertinggi terdapat pada spesies Tectona grandis dengan nilai 85,7 sedangkan Dominansi Nisbi terendah terdapat pada spesies Centrosema pubescens dengan nilai 1,59.  Nilai penting tertinggi terdapat pada spesies Jati dengan nilai 100,2 , sedangkan yang terendah terdapat pada spesies Centrosema pubescens dengan nilai 8,84. Dan Summed Dominance Ratio atau SDR tertinggi terdapat pada spesies Hedyotis corymbosa L. dengan nilai 26,88 sedangkan SDR terendah terdapat pada spesies Centrosema pubescens dengan nilai 2,9.    

b) Cangar
Tabel Identifikasi Tanaman
Lokasi Cangar
No
Nama Vegetasi
Jumlah
Gambar (Photo)
1
Centrosema pubescens
96



2
Axonopus Compressus

97



3
Casuarina junghuiniana

1


4
Centella asiatica
13



5
Leersia hecandra
142


Spesies Centrosema pubescens terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 96 tumbuhan , Spesies Axonopus Compressus terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 97 tumbuhan, Spesies Casuarina junghuiniana terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 1  tumbuhan,Spesies Centella asiatica terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 13 tumbuhan, Spesies Leersia hecandra terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 142 tumbuhan. jadi Spesies yang paling sering dijumpai disetiap plot adalah spesies Leersia hecandra, sedangkan spesies yang paling jarang dijumpai adalah spesies Casuarina junghuiniana.





 Tabel analisis vegetasi cangar tahunan
No
Spesies
D1 (cm)
D2 (cm)
petak contoh ke-

1
2
3
4
5
1
Centrosema pubescens
33
44
28
50
10
3
5
2
Axonopus compressus
79.5
67
17
32
8
15
25
3
Casuarina junghuiniana
650
178
1
-
-
-
-
4
Centella asiatica
44
23
8
-
-
5
-
5
Leersia hecandra
44
45
42
17
19
44
20











Spesies Centrosema pubescens terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 96 tumbuhan , Spesies Axonopus Compressus terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 97 tumbuhan, Spesies Casuarina junghuiniana terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 1  tumbuhan,Spesies Centella asiatica terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 13 tumbuhan, Spesies Leersia hecandra terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 142 tumbuhan. jadi Spesies yang paling sering dijumpai disetiap plot adalah spesies Leersia hecandra, sedangkan spesies yang paling jarang dijumpai adalah spesies Casuarina junghuiniana. Untuk D1 dan D2 pada spesies Centrosema pubescens adalah 33 dan 44, untuk spesies Axonopus compressus  adalah 79.5 dan 67, untuk spesies Casuarina junghuiniana adalah 650 dan 178, pada spesies Centella asiatica adalah 44 dan 23, dan untuk spesies Leersia hecandra adalah 44 dan 45. Jadi nilai D1 dan D2 yang paling tinggi nilainya adalah spesies Casuarina junghuiniana dan yang paling rendah adalah spesies Centrosema pubescens
.
Tabel pengamatan suhu udara, kelembaban dan radiasi matahari
N0
Lokasi
Suhu (0C)
RH
(%)
RM(Lux)
Keterangan
1
Cangar lahan semusim
27,3
53
DN : 28
DN : Dalam naungan
LN : Luar naungan




LN : 152

Cangar lahan tahunan memiliki suhu rata-rata 27.7 dengan kelembaban 53% dan memiliki radiasi matahari dalam naungan 28 lux dan luar naungan 152 lux.


Tabel perhitungan SDR

No

Spesies
Kerapatan

Frekuensi


LBA
Dominansi


IV
(%)

SDR
(%)
     Mutlak

Nisbi
(%)
     Mutlak
Nisbi
(%)
     Mutlak

Nisbi
(%)
1
Centrosema pubescens
19.2
27
1
27.7
56.76
25.22
0.4
55.1
18.36
2
Axonopus compressus
19.4
28
1
27.7
838.92
134.19
1.8
57.5
19.16
3
Casuarina junghuiniana
0.2
0.2
0.2
5.5
22675
7176.9
95
101
33.56
4
Centella asiatica
2.6
3.8
0.4
11.1
159.39
102.01
1.5
16.4
5.4
5
Leersia hecandra
28.4
41
1
27.7
311.85
99.792
1.3
70
23.3

Kerapatan paling tinggi terdapat pada spesies Leersia hecandra dengan jumlah kerapatan mutlak 28.4 dan kerapatan nisbi 41%, sedangkan kerapatan paling rendah adalah spesies Casuarina junghuiniana dengan kerapatan mutlak 0.2 dan kerapatan nisbi 0.2%. Untuk frekuensi yang paling tinggi adalah spesies Centrosema pusbescans, Axonous compressus dan Leersia hecandra dengan frekuensi mutlak 1 dan frekuensi nisbi 27.7%. Dominansi yang paling tinggi adalah spesies Casuarina junghuiniana dengan dominansi mutlak 7176.98 dan dominansi nisbi 95%. Luas basal Area (LBA) dari kelima tanaman tersebut yang paling tinggi adalah LBA dari spesies Casuarina junghuiniana denagn nilai 22675, sedangkan yang paling rendah LBA-nya adalah Centrosema pusbescans nilai 5.5. Dan untuk presentase IV dan SDR yang paling tinggi adalah Casuarina junghuiniana dengan nilai presentase 101% dan 33.56%, sedangkan yang terendah adalah Centella asiatica dengan nilai presentase 16.4% dan 5.4%.








4.1.2 Biomassa Pohon dan Faktor Abiotik
a. Jatikerto(Dilampirkan dalam lembar tersendiri)
b. Cangar (Dilampirkan dalam lembar tersendiri)































































































































































4.1.3 Faktor Biotik
a. Jatikerto   
Nama Lokasi                                                          : Jatikerto
Jenis Penggunaan Lahan/ Pola Tanam                   : Tanaman Tahunan
Tanggal/Bulan/Tahun                                             : 23 Oktober 2011
Ukuran Plot                                                            : 5m x 5m
No
Gambar
Klasifikasi
Bioekologi
(Daur/siklus hidup
Peran,
Habitat dan Perilaku)
1
Gambar Literatur












Gambar Hasil Pengamatan
Kingdom:Animalia

Filum:
Arthropoda

Kelas:
Insecta

Ordo:
Orthoptera

Famili  : Acrididae

Genus  : Oxya

Spesies: Oxya chinensis

1.    Siklus / Daur Hidup
Belalang mengalami siklus hidup ( metamorfosis tidak sempurna ), yang di mulai dari :
Telur – Nimfa 1 – Nimfa 2 – Nimfa 3 – Nimfa 4 – Imago ( Dewasa )
-       Telur
-       Nimfa, ialah serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga muda mengalami pergantian kulit.
-       Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta sayapnya.
2.    Habitat
Tampaknya species ini lebih menyenangi hinggap di permukaan tanah, di rerumputan, dibanding dengan hinggap di helai daun-daun tumbuhan.
3.    Peran / Perilaku
Menguntungkan : Membantu Penyerbukan pada tanaman
Merugikan : Memakan / merusak bagian
dari tanaman tersebut, sehingga
 membuat tanaman tersebut menjadi
tidak bisa hidup dengan normal dan
 bahkan mati.


Belalang
 (Oxya chinensis)
Jumlah = 1
2
Gambar Literatur








Gambar Hasil Pengamatan
 








Kerajaan: Animalia

Filum:
Arthropoda

Kelas: Insecta

Ordo: Orthoptera

Famili: Gryllidae

Genus: Gryllus

Spesies: Gryllus assimilis
1.    Siklus Hidup
telur – larva – imago
-       Telur
-       Larva, ialah serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga muda mengalami pergantian kulit.
-       Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta sayapnya.

2.    Peran / Perilaku
-       Sebagian besar sebagai perusak tanaman
-       beberapa sebagai predator
3.    Habitat
Habitat di areal pertanaman budidaya,lingkungan rumah.

Jangkrik
(Gryllus assimilis)
Jumlah = 2

No
Gambar
Klasifikasi
Bioekologi
(Daur/siklus hidup
Peran,
Habitat dan Perilaku)
3.
Gambar Literatur
 






Gambar Hasil Pengamatan
 







Kingdom :Animalia

Fillum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Araneae

Famili  : Araneaceae

Genus  : Cyclosa

Spesies:  Cyclosa sp
1.         Siklus Hidup
Telur – larva – imago
Pada musim semi, sebagian besar laba-laba bertelur. Bentuk telurnya membulat dengan diameter kira-kira 1 mm dan jumlahnya bervariasi sesuai dengan jenisnya. Laba-laba betina mengeluarkan semua telurnya pada saat yang dan membuat "kokon" tunggal (selubung yang terbuat dari benang-benang halus untuk melindungi telur). Untuk melindungi kokonnya, beberapa laba-laba menyembunyikannya dalam tumbuhan atau di bawah batuan, dan induknya menjaga didekatnya. Pada laba-laba jenis lain, si betina lebih suka membawa kokon berisi telur seperti ransel. Pada laba-laba jenis tertentu, setelah telur menetas, anak-anak laba-laba memanjat punggung induknya dan ikut bersamanya selama tahap awal perkembangan.
 Pada umunya, laba-laba mengalami pertumbuhan langsung. Karena itu, bayi laba-laba sangat serupa dengan laba-laba dewasa. Akan tetapi jika telur terbuka, laba-laba yang baru lahir sebagian besar tidak mempunyai pertahanan dan beberapa bagian tubuhnya belum ada, misalnya laba-laba yang baru lahir belum bermata dan kakinya belum dapat digunakan. Jika telur menetas, larva kecil dan belum dapar bergerak muncul dan bertahan hidup dari persediaan makanan. Kemudian larva tersebut menjadi nimfa, yang mampu mencari makanan sendiri. Dalam dalam perkembangan dan selama hidupnya dapat berganti kulit 5 sampai 10 kali, serta biasanya selama berganti kulit mereka bergantung terbalik.
2.    Peran dan Perilaku
-   Membuat jarring berbentuk lingkaran di taju daun,
-   Memangsa  hewan yang menempel pada jarringnya.
3.    Habitat
Di atas pohon, dan biasanya di dalam goa.

Laba-laba
 ( Cyclosa sp )

Jumlah = 1

No.
Gambar
Klasifikasi
Bioekologi
(Daur/siklus hidup
Peran,
Habitat dan Perilaku)
4.
Gambar Literatur




Gambar H asil Pengamatan




Kerajaan: Animalia

Filum   : Arthropoda                       
Upafilum: Hexapoda                       
Kelas   : Insecta

Ordo    : Hemiptera                       
Famili            :Delphacidae

Genus  : Nilaparvata

Spesies : N. lugens
1.      Daur hidup
 Satu betina wereng coklat mampu bertelur 100 hingga 500 butir telur yang diletakkan berkelompok dengan masing masing kelompok antara 3 sampai 21 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk menetaskan telur wereng antara 7 sampai 10 hari. Setelah itu telur wereng coklat akan menetas membentuk nimfa yang berumur antara 12 hingga 15 hari. Berakhirnya fase nimfa akan membentuk wereng dewasa atau disebut imago.
2.      Habitat
 Persawahan, biasanya menyerang tanaman padi.
3.      Peran dan Perilaku
-Merusak tanaman padi


Wereng Coklat
(Nilaparvata lugens )
Jumlah = 1
                                                                                                            ( Anonymous, 2011 )
Dari hasil praktikum Ekologi Pertanian yang di lakukan di Jatikerto pada tanaman tahunan dapat diketahui bahwa terdapat berbagai macam spesies serangga yang ada di sana. Yaitu terdapat Jangkrik (Gryllus assimilis),Laba-laba (Cyclosa sp), Belalang (Oxya chinensis ) dan wereng coklat (  Nilaparvata lugens). Serangga yang paling banyak dijumpai yaitu jangkrik (Gryllus assimilis ) sebanyak 2 spesies.
Pengaruh dari keragaman spesies serangga dalam ekosistem yaitu dimana serangga tersebut di uraikan atau di bagi ke dalam 3 bagian yaitu Hama, Predator, dan Parasitoid. Yang mana dapat dijelaskan bahwa hama merupakan binatang atau sekelompok binatang yang pada tingkat populasi tertentu menyerang tanaman budidaya sehingga dapat menurunkan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas dan secara ekonomis merugikan .Contohnya yaitu serangga tikus pada tanaman padi yang menyebabkan gagal panen.Pada praktikum lapang telah menemukan hama yaitu wereng dan belalang. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa binatang lainnya.Predator bisa disebut juga dengan musuh alami. Contohnya Jangkrik (Gryllus assimilis) yang memangsa kutu daun (Aphid sp).Pada praktikum lapang menemukan Jangrkik dan laba-laba. Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang arthropoda lain.Parasitoid bersifat parasitic pada fase pradewasa dan pada fase dewasa mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Contohnya Diadegma insulare yang merupakan parasitoid telur dari Plutella xylostela. Pada praktikum tidak menemukan Parasitoid.







b. Cangar
Nama Lokasi                                                          : Cangar
Jenis Penggunaan Lahan/ Pola Tanam                   : Tanaman Tahunan
Tanggal/Bulan/Tahun                                             : 23 Oktober 2011
Ukuran Plot                                                            : 5m x 5m
No
Gambar
Klasifikasi
Bioekologi
(Daur/siklus hidup
Peran,
Habitat dan Perilaku)
1
Gambar Literatur












Gambar Hasil Pengamatan

Kingdom: Animalia

Filum: Artropoda

Kelas: Insekta

Ordo:
Ortophtera

Famili  : Acrididae

Genus  : Valanga

Spesies: Valanga N.
1.    Siklus / Daur Hidup
Belalang mengalami siklus hidup ( metamorfosis tidak sempurna ), yang di mulai dari :
Telur – Nimfa 1 – Nimfa 2 – Nimfa 3 – Nimfa 4 – Imago ( Dewasa )

-   Telur
-   Nimfa, ialah serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga muda mengalami pergantian kulit.
-   Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta sayapnya.
2.    Habitat
Tampaknya species ini lebih menyenangi hinggap di permukaan tanah, di rerumputan, dibanding dengan hinggap di helai daun-daun tumbuhan.
3.    Peran / Perilaku
Menguntungkan : Membantu Penyerbukan pada tanaman
Merugikan : Memakan / merusak bagian
dari tanaman tersebut, sehingga
 membuat tanaman tersebut menjadi
tidak bisa hidup dengan normal dan
 bahkan mati.

Belalang Kayu (Valanga nigricornis)
Jumlah = 1
2
Gambar Literatur





Gambar Hasil Pengamatan








Kingdom:Animalia

Filum:
Arthropoda

Kelas:
Insecta

Ordo:
Orthoptera

Famili  : Acrididae

Genus  : Oxya

Spesies: Oxya chinensis

1.    Siklus Hidup
Belalang mengalami siklus hidup ( metamorfosis tidak sempurna ), yang di mulai dari :
Telur – Nimfa 1 – Nimfa 2 – Nimfa 3 – Nimfa 4 – Imago ( Dewasa )
-       Telur
-       Nimfa, ialah serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga muda mengalami pergantian kulit.
-       Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta sayapnya.
2.    Habitat
Spesies ini lebih banyak di temukan pada daerah daera yang memiliki kelembaban yang tinggi dan penyinaran matahari yang rendah. Contohnya dihutan yang memiliki semak yang banyak dan kelembabannya tinggi.
3.    Peran / Perilaku
Menguntungkan : Membantu Penyerbukan pada tanaman
Merugikan : Memakan / merusak bagian
dari tanaman tersebut, sehingga
 membuat tanaman tersebut menjadi
tidak bisa hidup dengan normal dan
 bahkan mati.

Belalang Hijau
(Oxya chinensis)
Jumlah = 2















No
Gambar
Klasifikasi
Bioekologi
(Daur/siklus hidup
Peran,
Habitat dan Perilaku)
3.
Gambar Literatur
 






Gambar Hasil Pengamatan


Kingdom :Animalia

Fillum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Araneae

Famili  : Araneaceae

Genus  : Cyclosa

Spesies:  Cyclosa sp
1.    Siklus Hidup
Telur – larva - imago
2.    Peran dan Perilaku
-       Membuat jarring berbentuk lingkaran di taju daun,
-       Memangsa  hewan yang menempel pada jarringnya.
3.    Habitat
Di atas pohon, dan biasanya di dalam goa.

Laba-laba
(Cyclosa sp)
Jumlah = 1


No.
Gambar
Klasifikasi
Bioekologi
(Daur/siklus hidup
Peran,
Habitat dan Perilaku)
4.
Gambar Literatur



Gambar Hasil Pengamatan



Kerajaan: Animalia

Fillum: Mollusca

Kelas : Gastropoda

Ordo : --

Famili  :
Achatinidae

Genus  : Vaginula


Spesies:  Vaginula sp
1.   Daur hidup
Walaupun Gastropoda merupaka organisme hemaprodit, agar terjadi reproduksi tetap diperlukan dua individu. Reproduksi dimulai ketika dua Gastropoda saling mendekat dan saling memasukkanpenis masing-masing ke lubang kelamin pasangannya untuk memindahkan sperma. Setelah itu keduanya berpisah dan masing-masing Gastropoda meletakkan telur yang telah dibuahi dan dilindungi oleh zat gelatin pada tempat yang gelap.

Telur yang dibuahi akan terlindung oleh cangkang kapur, diletakkan di atas bebatuan atau sampah. Karena pengaruh suhu lingkungan, telur akan menetas. Ketika masih berbentuk larva, tubuh Gastropoda bersimetri bilateral, tetapi setelah dewasa tubuhnya mengalami pembengkokan sehingga menjadi tidak simetri (asimetri).
2.  Habitat
Persawahan, biasanya menyerang tanaman padi.
3.  Peran dan Perilaku
Peran siput dalam ekosistem adalah sebagai hama yang memangsa daun tanaman.


Siput tak bercangkang
(Vaginula sp)
Jumlah: 1


( Anonymous, 2011 )
Faktor biotik adalah faktor penyusun ekosistem berupa makhluk hidup. Dalam pembahasan ini di uraikan mengenai keragaman arthropoda pada ekosistem di lahan tahunan pada daerah Cangar. Cangar merupakan daerah yang berada di daerah dataran tinggi yang kondisi iklim mikronya berbeda dengan di dataran rendah. Dalam mengidentifikasi keberagaman ekosistem di lahan berpetak yang berukuran 5 x 5 m di gunakan 2 cara untuk pengambilan spesimennya yaitu dengan menggunakan perangkap (pitfall) dan dengan jaring (swift net). Perangkap pitfall di pasang satu hari sebelum di lakukan pengambilan spesimennya. Pitfaal berupa wadah uang diisi dengan air atau larutan air yang dicampur dengan sabun yang diletakkan pada tepi plot. Sedangkan swift net dii gunakan secara manual, sebelum analisis vegetasi, biomassa dan lain-lain terlebih dahulu dilakukan pengambilan spesimen arthropoda supaya arthropda yang berada pada plot tersebut tidak pergi. Tata cara penggunaan swift net dilakukan dengan mengaynkan swift net bolak-balik.
          Dari hasil praktikum Ekologi Pertanian yang di lakukan di Cangar pada tanaman tahunan dapat diketahui bahwa terdapat berbagai macam spesies serangga yang ada di sana. Yaitu terdapat : Belalang kayu (Valanga nigricornis), Siput tak bercangkang (Vaginula sp), Laba-laba (Cyclosa sp), dan Belalang hijau (Oxiya chinensis).
 
Pengaruh dari keragaman spesies serangga dalam ekosistem yaitu dimana serangga tersebut di uraikan atau di bagi ke dalam 3 bagian yaitu Hama, Predator, dan Parasitoid. Yang mana dapat dijelaskan bahwa hama merupakan binatang atau sekelompok binatang yang pada tingkat populasi tertentu menyerang tanaman budidaya sehingga dapat menurunkan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas dan secara ekonomis merugikan .Contohnya yaitu serangga tikus pada tanaman padi yang menyebabkan gagal panen.Pada praktikum lapang tidak menemukan hama .Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa binatang lainnya.Predator bisa disebut juga dengan musuh alami. Contohnya Jangkrik (Nama Latin) yang memangsa kutu daun (Aphid sp).Pada praktikum lapang menemukan Jangrkik dan kutu daun. Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang arthropoda lain.Parasitoid bersifat parasitic pada fase pradewasa dan pada fase dewasa mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Contohnya Diadegma insulare yang merupakan parasitoid telur dari Plutella xylostela. Pada praktikum tidak menemukan Parasitoid.
       Peranan belalang dalam ekositem di lahan adalah sebagai hama yang meangsa ndaun daun tanaman, yang dapat merugikan secara ekonomis. Belalang menyerang pada spesies tanaman tertentu yang merupakan inang kesukaan belalang. Pengendalian belalang sendiri dapat dilakukukan secara mekanis, biologis dan kimia. Pengendalian secara mekanis dilakukan secara manual yaitu pengambilan hama dilahan dengan menggunakan tangan atau alat kemudian di matikan Pengendalian secara biologis dilakuak dengan memanfaatkan musuh alaminya yaitu beriupa burung, iguana ataupun bunglon. Sedangkan pengendalian secara kimia dilakukan dengan menggunakan pestisida jenis insektisida dengan pengendalian sesuai ambang ekonomisnya. Tetapi penggunaan insektisida dapat berpengaruh negatif pada lingkungan dan organisme lain yang ada di lingkungan.Peranan belalang pedang dalam ekosistem adalah sebagai musuh alami yaitu memangsa binatang-binatang kecil seperti wereng, kutu daun dan sebagainya, tetapi belalang pedang juga memakan daun tumbuhan sebagai makanan utamanya. Peranan siput tanpa rumah dalam ekosistem adalah sebagai hama, tetapi hama dalam kelas ringan atau serangannya tidak terlalu berpengaruh terhadap tanaman.




4.2 Pembahasan (Perbandingan Agroekosistem Cangar dan Jatikerto)
4.2.1 Analisis Vegetasi dan Faktor Abiotik
            Dengan membandingkan hasil pengamatan vegetasi dari Cangar Tahunan dengan Jatikerto Tahunan, telah didapatkan hasil yaitu  jumlah vegetasi cangar  lebih banyak dari pada jatikerto. Namun daerah cangar vegetasinya cenderung lebih banyak tanaman semak,sedangkan jatikerto cenderung lebih banyak pohon dan keanekaragaman di Jatikerto lebih banyak dari pada di Cangar. Untuk tingkat kerapatan apabila dilihat dari jumlah spesies, lahan cangar kerapataannya lebih tinggi dari pada lahan jatikerto. Dan untuk hasil jumlah SDR yang paling tinggi adalah daerah Cangar.
            Hal itu bisa terjadi  karena ada pengaruh dari faktor abiotik. Faktor abiotik yang berpengaruh meliputi:
a)  Perubahan iklim
            Vegetasi pada suatu daerah sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada
ketinggian yang berbeda-beda. Suhu secara perlahan menurun sejalan dengan
ketinggian yang meningkat, sehingga pada gunung-gunung yang tinggi, memiliki suhu yang rendah. Jadi perkembangan dan pertumbuhan tanaman tergantung pada perubahan iklim yang terjadi pada daerah tersebut. Pada daerah Cangar memiliki jumlah Vegetasi yang banyak karena daerah Cangar memiliki perubahan iklim yang rata-rata dingin atau rendah suhunya, leh karena itu jumlah vegetasi Cangar lebih banyak dari pada Jatikerto. 
b) Suhu
            Pada suhu yang rendah pada suatu daerah menyebabkan tingkat kelembaban rendah, sehingga penyebaran dan perkembangan tanaman sangat baik dan jumlah vegetasi banyak. Daerah Cangar memiliki suhu yang rendah oleh karena itu Cangar memiliki jumlah vegetasi yang relative banyak dari pada Jati Kerto yang bersuhu tinggi.
c) Kelembaban
            Tingkat kelembaban mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Apabila kelembaban tinggi maka pertumbuhan dan perkembangan cendrung cepat, begitu pula sebaliknya, semakin rendah kelembabannya maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan baik dan lambat. Daerah Jatikerto memiliki kelembaban yang lebih rendah dari pada daerah Cangar, sehingga perkembangan dan pertumbuhan tanaman di Cangar lebih baik dari pada Jatikerto.


d) Tanah dan Topografi
            Perbedaan antar tipe hutan dalam skala lokal terkait dengan kondisi topografi dan edafik dari hutan yang bersangkutan. Untuk daerah pegunungan faktor lingkungan utama yang mengendalikan pola penyebaran vegetasi adalah ketinggian tapak dari permukaan laut. Cangar memiliki penyebaran yang lebih merata dari pada Jatikerto karena daerah Cangar berada pada daerah pegunungan dan ketinggiannya lebih tinggi  dari pada Jatikerto.

4.2.2 Biomassa Pohon dan Faktor Abiotik
Berdasarkan hasil BK pada lokasi pengamatan Jatikerto dan Cangar, didapatkan hasil yang lebih tinggi tingkat biomassanya pada lokasi Cangar yaitu 1288,8528 kg/pohon, dan dibandingkan dengan lokasi Jatikerto yaitu 222,43 kg/pohon.
Mengapa hal di` atas dapat terjadi, hal tersebut terpengaruh dari komposisi penyusun banyaknya individu dari suatu jenis pohon tiap lokasi dan dengan dilakukannya pengukuran faktor fisik yang meliputiketinggian, koordinat, suhu udara, dan kelembaban udara. Sebagai permisalan pada kondisi fisik lingkungan seperti kelembaban sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan penyebaran biji.
Beragamnya jumlah Famili yang didapatkan tiap lokasi mungkin disebabkanoleh kondisi lingkungan yang sangat khas pada dataran tinggi (Cangar) dibandingkan pada dataran rendah (Jatikerto). Di mana pada dataran tinggi ini terjadi perubahan faktor-faktor lingkungan seiring dengan meningkatnyaketinggian tempat, seperti keadaan tanahnya. Edwards et al, (1990), dalam Monk etal, (2000), menyatakan distribusi jenis-jenis tumbuhan menurut ketinggian tempatberkaitan dengan perubahan jenis tanah. Perubahan penting pada tanah karenaperubahan ketinggian adalah penurunan pH, peningkatan karbon organik danpenurunan kedalaman perakaran. Variasi jumlah tersebut dapat juga disebabkan oleh kondisi iklim yang berubah seiring dengan naiknya ketinggian tempat.
Jenis pepohonan yang tumbuh sangat miskin akan jenis tetapi kaya akan epifit. Pohon ini mempunyai satu stratum, dimana semakin tinggi dari permukaan air laut semakin rendahlah pohon-pohon yang dijumpai. Faktor-faktor abiotik diatas mempengaruhi jumlah vegetasi yang hidup didaerah tersebut, apabila jumlah vegetasinya banyak maka kandungan karbon dalam tanah pun banyak yang tersimpan.
Sehingga, didapatkan pokok pembahsan berdasarkan hasil penelitian yang diketahui bahwa biomassa pohon pada Cangar dan Jatikerto memiliki komposisi yang berbeda. Variasi dan keberadaan jenis pada tiap lokasi tersebut tidak terlepas dari adanya pengaruh faktor lingkungan, iklim dan faktor tanah. Pada daerah Cangar memiliki kandungan karbon yang tinggi dari pada daerah jatikerto karena biomassanya tinggi dan jumlah vegetasinya banyak karena pengaruh faktor abiotik cenderung berdampak positive pada perkembangan dan pertumbuhan didaerah tersebut.


4.2.3 Faktor Biotik (Keragamaan Arthropoda pada Agroekosistem)
            Keragamanarthropoda pada masing-masing wilayah berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan dari lingkungan, jenis vegetasi, kerapatan vegetasi, musuh alami dan iklim mikro di dalam ekosistem. Pada praktikum di lakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu pada dataran tinggi (Cangar) dan dataran rendah (Jatikerto).Dari hasil pengamatan pada tanggal 23 Oktober 2011 didapatka hasil data sebagai berikut ; Jatikerto mendapatkan hasil arthropoda sejumlah 4 spesies yaitu belalang coklat, jangkrik, laba-laba, dan wereng. Sedangkan di Cangar mendapatkan 4 spesies yaitu belalang kayu, belalang hijau, siput tanpa rumah, dan laba-laba.Dari data diatas dapat di simpulkan bahwa keragaman arthropoda di daerah Cangar lebih beragam dibandingkan dengan keragaman arthropoda di daerah Jatikerto. Perbedaan keragaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor biotik yaitu:
a)      Jumlah dan keragaman Vegetasi. Semakin banyak dan baeragam suatu vegetasi maka smakin banyak keragaman arthropodanya.
b)      Musuh Alami. Semakin rendah populasi nusuh alami dari arthropoda maka semakin banyak populasi arthropoda semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Musuh alami bisa berupa predator, parasitoid dan patogen(entomologi).















V. PENUTUP

5.1  Kesimpulan

1.   Dengan membandingkan hasil pengamatan vegetasi dari Cangar Tahunan dengan Jatikerto Tahunan, telah didapatkan hasil yaitu  jumlah vegetasi cangar  lebih banyak dari pada jatikerto. Namun daerah cangar vegetasinya cenderung lebih banyak tanaman semak,sedangkan jatikerto cenderung lebih banyak pohon. Hal itu bisa terjadi  karena ada pengaruh dari faktor abiotik. Faktor abiotik yang berpengaruh meliputi, perubahan iklim, suhu, kelembaban tanah, tanah dan topografi.
2.   Berdasarkan hasil BK pada lokasi pengamatan Jatikerto dan Cangar, didapatkan hasil yang lebih tinggi tingkat biomassanya pada lokasi Cangar yaitu 1288,8528 kg/pohon, dan dibandingkan dengan lokasi Jatikerto yaitu 222,43 kg/pohon. Mengapa hal di atas dapat terjadi, hal tersebut terpengaruh dari komposisi penyusun banyaknya individu dari suatu jenis pohon tiap lokasi dan dengan dilakukannya pengukuran faktor fisik yang meliputiketinggian, koordinat, suhu udara, dan kelembaban udara.
3.  Keragaman arthropoda pada masing-masing wilayah berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan dari lingkungan, jenis vegetasi, kerapatan vegetasi dan iklim mikro di dalam ekosistem.Pada praktikum di lakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu pada datarn tinggi (Cangar) dan dataran rendah (Jatikerto).Dari hasil pengamatan pada tanggal 23 Oktober 2011 didapatka hasil data sebagai berikut ; Jatikerto mendapatkan hasil arthropoda sejumlah 4 spesies yaitu belalang coklat, jangkrik, laba-laba, dan wereng. Sedangkan di Cangar mendapatkan 5 spesies yaitu belalang coklat, belalang pedang, siput tanpa rumah, laba-laba, dan kutu-kutuan.Dari data diatas dapat di simpulkan bahwa keragaman jumlah arthropoda di daerah Cangar lebih beragam dibandingkan dengan keragaman arthropoda di daerah Jatikerto. Perbedaan keragaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor biotik yaitu:Jumlah dan keragaman Vegetasi, dan musuh alaminya.





5.2  Saran

1. Pada setiap lahan tanam, sering dijumpai gulma. Untuk mengatasi gulma, kita bisa menggunakan sistem tanam polikultur dengan memanfaatkan timun sebagai pengendali gulma karena timun merupakan tanaman allelopati yang bisa mengeluarkan cairan untuk mematikan gulma di sekitarnya.
2. Diharapkan untuk praktikum ataupun fieldtrip selanjutnya, alat dan bahan lebih dipersiapkan secara maksimal. Jika memang dibutuhkan alat dan bahan tersebut, maka harus tersedia pada saat hari praktikum ataupun fieldtrip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar