I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
suatu daerah atau tempat memiliki keragaman tanaman dan anthropoda yang
berbeda-beda tergantung faktor biotik maupun abiotiknya. Diantara faktor
biotiknya bisa berupa vegetasi tanaman, arthropoda,dll. Untuk faktor abiotiknya
bisa berupa radiasi matahari, ketebalan seresah, kelembaban,suhu, dll.
Faktor-faktor ini yang kemudian akan mempengaruhi ekosistem yang ada pada
daerah tersebut. Semakin seimbang faktor-faktor itu maka semakin baik ekosistem
tersebut.
Faktor
biotik itu bisa dikatakan mempengaruhi vegetasi, apabila dalam suatu vegetasi
tersebut faktor biotik itu bisa menambah dan mengurangi jumlah dan keragaman
vegetasi dan anthropoda dalam suatu lahan. Bisa dilihat dalam contoh dengan
kehadiran suatu musuh alami dari anthropoda dalam jumlah yang banyak, maka akan
mengakibatkan jumlah anthropoda itu akan berkurang. Sedangkan dalam
biomassanya, faktor biotik yang berperan akan memberikan pengaruh pada jumlah
massa (jumlah) dari setiap spesies pepohonan.
Faktor abiotik itu bisa dikatakan mempengaruhi vegetasi, apabila dalam
suatu vegetasi tersebut faktor abiotik itu bisa menambah dan mengurangi jumlah
dan keragaman vegetasi dan anthropoda dalam suatu lahan. Bisa dilihat dalam
contoh dengan suhu dalam suatu wilayah tanam. Pada suhu yang rendah pada suatu daerah menyebabkan tingkat kelembaban
rendah, sehingga penyebaran dan perkembangan tanaman sangat baik dan tingkat
keragaman vegetasi banyak.
Hal-hal
diatas merupakan hal yang ter penting dalam pengamatan. Dengan mengamati faktor
biotik maupun abiotik suatu daerah maka akan didapatkan hubungan dari faktor
abiotik dengan biotik terhadap lingkungan.
Pada
laporan fieldtrip ini akan menjelaskan tentang faktor biotik dan abiotik yang
meliputi vegetasi, biomassa dan arthropoda pada Lahan Cangar dan Lahan
Jatikerto. Laporan ini juga membandingkan hasil pengamatan Cangar dengan
Jatikerto. Dengan membandingkan pengamatan cangar dan jatikerto maka akan diketahui
perbedaan pada daerah tersebut dan kenapa perbedaan tersebut bisa terjadi.
1.2 Tujuan
Tujuan pengamatan ini
didapatkan dari latarbelakang, yaitu:
1. Untuk mengetahui perbandingan Vegetasi
tanaman dilahan Cangar dan Jatikerto
2. Untuk mengetahui perbandingan Biomassa
dilahan Cangar dan Jatikerto
3. Untuk mengetahui perbandingan keragaman
Arthropoda dilahan Cangar dan
Jatikerto
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANALISIS VEGETASI
DAN FAKTOR ABIOTIK
2.1.1 Analisis Vegetasi
Analisis
vegetasi adalah cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk
(struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Untuk suatu kondisi
ekosistem yang luas, maka kegiatan analisis vegetasi sangat erat kaitannya
dengan sampling, artinya kita cukup
menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili ekosistem.
Dalam
sampling ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, yaitu : jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh, dan
teknik analisis vegetasi yang digunakan.
Prinsip
penentuan ukuran petak, adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang
ada daam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar
individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung, dan diukur tanpa duplikasi atau
pengabaian.
Cara
peletakan petak contoh ada dua, yaitu :
a)
Random
sampling, metode ini hanya mungkin digunakan jika
vegetasi yang diamati adalah homogeny (artinya, kita bebas menempatkan petak
contoh dimana saja, karena peluang menemukan jenis berbeda tiap petak contoh
relatif kecil)
b)
Systemic
sampling, metode ini digunakan untuk penelitian
karena lebih mudah pelaksanaannya dan data yang dihasilkan dapat bersifat
representatif
Untuk
data analisis vegetasi, tidak bisa terlepas dari komponen penyusun vegetasi itu
sendiri dan komponen penyusun vegetasi itulah yang menjadi pengukuran dalam
pengukuran vegetasi. Selain dapat diambil dari plot utama, komponen
tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi yang dapat diambil dari plot pendukung
umumnya terdiri dari :
a) Belukar
(Shrub), tumbuhan yang memiliki kayu
yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang cukup besar, dan memiliki tangkai
yang terbagi menjadi banyak subtangkai
b) Epifit
(Epiphyte), tumbuhan yang hidup di
permukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup
sebagai parasit atau hemi-parasit
c) Paku-pakuan
(Fern), tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma
seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun
d) Palma
(Palm), tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi,
tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan
biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
e) Pemanjat
(Climber), tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri
namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar
f) Terna
(Herb), tumbuhan yang merambat di
tanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya
memiliki bunga yang mencolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki
tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
g) Pohon
(Tree), tumbuhan yang memiliki kayu
besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran
diameter lebih dari 20 cm.
(Tim Dosen Ekologi Pertanian, 2011)
Dalam
analisis vegetasi, terdapat rumus-rumus penting yang harus dimengerti dan
diperhatikan, yaitu sebagai berikut :
1. Kerapatan,
menunjukkan jumlah individu suatu jenis tanaman pada setiap petak contoh.
a)
Kerapatan Mutlak (KM) =
b)
Kerapatan Nisbi (KN) = x 100 %
2. Frekuensi, menunjukkan berapa
jumlah petak contoh (dalam persen) yang memuat jenis tumbuhan (spesies)
tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat.
a)
Frekuensi Mutlak (FM) =
b)
Frekuensi Nisbi (FN) = x 100 %
Frekuensi
ini sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
-
Luas petak contoh
-
Distribusi tumbuhan
-
Ukuran jenis tumbuhan
3. Dominansi ialah parameter yang
digunakan untuk menunjukkan luas suatu area yang ditumbuhi suatu spesies (jenis
tumbuhan) atau kemampuan suatu jenis tumbuhan dalam hal bersaing terhadap jenis
lainnya.
Dominansi Mutlak (DM) =
Luas basal area =
d1 =
diameter terpanjang suatu spesies
d2 =
diameter spesies yang tegak lurus dengan d1
4. Menentukan
Nilai Penting (Importance Value = IV)
Merupakan
jumlah nilai nisbi dari dua atau tiga parameter yang dibuat
Importance Value (IV) =
KN + FN +DN
5. Menentukan
Summed Dominance Ratio (SDR)
Perbandingan
Nilai Penting (Summed Dominance Ratio =
SDR), menunjukkan nilai jumlah penting dibagi jumlah besaran dan nilainya
tidak pernah lebih dari 100%
Summed Dominance
Ratio (SDR) =
(Tim
Dosen Ekologi Pertanian, 2011)
2.1.2
Faktor
Abiotik
Faktor abiotik adalah
faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik yang
mempengaruhi ekosistem antara lain sebagai berikut :
a) Suhu
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem
karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada
jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
b) Sinar
Matahari
Sinar matahari mempengaruhi ekosistem
secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan
unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk
berfotosintesis.
c) Air
Air berpengaruh terhadap ekosistem
karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan; air
diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji, Bagi hewan
dan manusia; air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya
transportasi bagi manusia dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain,
misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.
d) Tanah
Tanah merupakan tempat hidup bagi
organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup di
dalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi
pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
e) Ketinggian
Ketinggian tempat menentukan jenis
organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan
menghasilkan kondisi fisk dan kimia yang berbeda.
f) Angin
Angin selain berperan dalam menentukan
kelembaban juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu
(Tim
Dosen Ekologi Pertanian, 2011)
2.2 BIOMASSA POHON DAN
FAKTOR ABIOTIK (TANAH)
2.2.1 Biomassa
Biomassa
adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu
(a glossary by the IPCC, 1995). Biomassa juga didefinisikan sebagai total
jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan
suatu ton berat kering per satuan luas.
(
Sandra Brown, 1997)
Untuk mengukur biomassa pohon atau kandungan
C yang tersimpan, bisa melalui 3 tahap pengukuran yaitu:
a) Mengukur biomassa semua tanaman dan nekromasa yang
ada pada suatu lahan.
b) Mengukur
konsentrasi C tanaman di laboratorium
c) Menghitung
kandungan C yang disimpan pada suatu lahan.
Pengukuran
tersebut dapat dilakukan dengan teknik Destructive
Sampling ataupun Non- Destructive
Sampling.
a) Destructive Sampling / Melakukan
Perusakan misalnya menebang pohon atau memanen seperti yang dilakukan pada
tanaman semusim.
Metode ini dilaksanakan
dengan memanen seluruh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkan dan
menimbang berat biomassanya. Pengukuran dengan metode ini untuk mengukur
biomassa untuk area yang lebih luas. Meskipun metode ini terhitung akurat untuk
menghitung biomassa pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal dan sangat
memakan waktu.
(Hitchcook
and McDonnell, 1979)
b) Non- Destructive
Sampling / Tanpa Melakukan Perusakan Tanaman atau
memanen tanamannya.
Metode ini dilaksanakan
dengan melakukan pengukuran tinggi atau diameter pohon dan menggunakan
persamaan allometrik untuk mengekstrapopulasi biomassa, biasanya diawali dengan
pembagian sub plot, mengukur dbh pohon (dengan memperhatikan pula titik
pengukuran dbh pada masing-masing jenis spesies batang pohon)
(Australian Greenhouse
Office, 1979)
2.2.2
Faktor
Abiotik (Tanah)
Tanah
merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan
organisme yang hidup di dalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan
unsur-unsur penting bagi pertumbuhan
organisme,terutama tumbuhan.
(Tim
Dosen Ekologi Pertanian, 2011)
2.3 ANTHROPODA
Anthropoda adalah filum terbesar di
dunia hewan, mencakup serangga, laba-laba, udang, lipan, dan hewan sejenis
lainnya.
(Anonymous,
2011)
Dalam
pengamatan kita, mungkin penampilan umum serangga yang satu mempunyai kesamaan
dengan serangga lainnya, akan tetapi mereka menunjukkan keragaman yang sangat
besar dalam bentuknya, maka dari kerajaan Animalia tersebut dibagi menjadi dua
subkingdom yaitu invertebrata dan vertebrata. Serangga merupakan kelas
dari subkingdom invertebrata dan
masuk fillum Anthropoda.
Karena
dari kelas insekta ini memiliki jenis yang paling banyak maka akan dipelajari
lebih dalam lagi dalam pengelompokannya. Dalam kelas insekta terdiri dari
beberapa suku yang sangat penting terdapat paling banyak di alam,diantaranya
yaitu:
a)
Coleoptra, bersayap
keras (perisai)
b)
Dipteral, sayap
belakang di modifikasi menjadi halter
c)
Homoptera, sayap depan
dan belakang tersusun sama
d) Hemptera,
sayap depan sebagian membraneus
e)
Hymenoptera, sayap
mirip seperti selaput
f)
Lepidoptera, sayap
dilapisi bulu atau sisik
g)
Tysanoptera, sayap
berumbai
h)
Othoptera, bersayap
lurus
i)
Isopteran, bentuk dan
ukuran sayap depan dan belakang sama
j)
Odonata
Peranan
anthropoda dalam mempengaruhi ekosistem di alam ada 3 macam. Peranan
Arthropoda tersebut yaitu:
a) Hama
Hama
adalah binatang atau sekelompok binatang yang pada tingkat populasi tertentu
menyerang tanaman budi daya sehingga dapat menurunkan produksi baik secara
kualitas maupun kuantitas dan secara ekonomis merugikan. Contoh: serangga tikus
pada tanaman padi yang menyebabkan gagalnya panen,serangan Crocidomolia binotalis
yang menyerang pucuk tanaman kubis-kubisan.
b) Predator
Predator
merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa binatang
lainnya. Contohnya :Menochilus sexmaculatus yang memang sa Aphid sp.
c) Parasitoid
Parasitoid
adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthropoda yang lain.
Parasitoid bersifat parasitik pada fase pradewasa dan pada fase dewasa mereka
hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Contoh: Diadegma insulare yang
merupakan parasitoid telur dari Plutella xylostela. Apabila telur
yang terparasit sudah menetas maka Diadegma insulare akan muncul dan
hidup bebas dengan memakan nektar.
(Tim Dosen Ekologi Pertanian, 2011)
III. METODOLOGI
3.1
ALAT,BAHAN,FUNGSI,BESERTA
TEKNIS LAPANG
3.1.1
Analisis
Vegetasi dan Faktor Abiotik
Pada pengamatan analisis
vegetasi dan faktor abiotik dibutuhkan alat, bahan, dan teknis lapang sebagai
berikut :
1) Alat
a) Tali
Rafia, untuk melilitkan pada Pohon Jati yang diamati.
b) Meteran
Jahit, untuk mengukur tali rafia yang tadinya dililitkan pada batang pohon
jati.
c) Penggaris
30 cm,untuk pengukuran.
d) Alat
Tulis, untuk mencatat hasil pengamatan.
e) Camera,
untuk mendokumentasikan hasil pengamatan.
f) Tanaman
tahunan (pohon jati), sebagai objek yang di amati.
g) Termometer
suhu,untuk mengukur suhu tanah
h) Kantong
plastik,untuk tempat sampel
2) Bahan
a) Pohon, sebagai objek pengamatan
b) Jenis rumput-rumputan atau tumbuhan
lain, sebagai objek pengamatan
3) Teknis lapang
o Lakukan
pengamatan cepat apakah tapak bersifat monokultur atau polikultur. Untuk area
monokultur (plot utama) ditentukan petak percontohan dengan luasan 5x5 m2,
sedangkan di plot pendukung dibuat petak pengamatan berupa kotak dengan ukuran
1x1 m2. Kotak pengamatan dibuat dengan tali rafia dan kayu penahan disetiap
pojokan denagan pengulangan lima kali untuk di plot pendukung (plot utama tidak
ada pengulangan)
o Identifikasi/inventarisasi
vegetasi yang masuk dalam kotak pengamatan. Amati vegetasi di dalam kotak
pengamatan yang terdiri dari spesies, jumlah individu dan luas bidang dasar.
o Dari
setiap spesies dibuat herbarium. Bila terdapat spesies yang belum dikenali,herbarium
dapat digunakan untuk membandingkan dengan sumber informasi lain seperti
buku,website internet dan sumber lainnya.
o Hitung
besarnya kerapatan (individu/ha),frekuensi dan dominansi (m2/ha) dan indek
nilai penting (INP) dari masing-masing data vegetasi yang sudah diambil.
3.1.2
Biomassa
Pohon dan Faktor Abiotik (Tanah)
Pada pengamatan
biomassa dan faktor abiotik dibutuhkan alat, bahan, dan teknis lapang sebagai
berikut :
1)
Alat
a) Pita
ukur (meteran) berukuran panjang 50 m,sebagai media ukur
b) Tali
raffia berukuran panjang 100 m dan 20 m atau 20m dan 5 m tergantung ukuran plot
yang akan dibuat,sebagai pembatas plot.
c) Tongkat
kayu/bambu sepanjang 2.5m untuk mengukur lebar sub plot ke sebelah kiri dan
kanan dari garis tengah, atau 10 m untuk plot besar,sebagai penyangga pembatas
plot.
d) Parang
atau gunting tanaman,untuk memotong.
e) Spidol
warna biru atau hitam,sebagai media pencatat hasil pengamatan .
f) Blangko
pengamatan,sebagai media pencatat hasil pengamatan.
2) Bahan
a) Seresah,
sebagai objek pengamatan
b) Pohon,
sebagai objek pengamatan
3) Teknis Lapang
o Untuk lahan
hutan,buatlah plot berukuran 5mx40m=200 m2 (disebut SUB PLOT). Untuk sistem
agroforestri atau perkebunan yang memiliki jarak tanam antar pohon cukup
lebar,buatlah SUB PLOT BESAR ukuran 20 m x 100 m= 2000 m2.
o Perbesar ukuran SUB
PLOT bila dalam lahan yang di amati terdapat pohon besar (diameter batang >
30 cm) menjadi 20 m x 100 m= 2000 m2 (disebut PLOT BESAR)
o Pilihlah SUB PLOT pada
lokasi yang kondisi vegetasinya seragam. Hindari tempat-tempat yang terlalu
rapat atau terlalu jarang vegetasinya
o Buatlah SUB PLOT lebih
dari satu bila kondisi lahan tidak seragam (misalnya kondisi vegetasi dan
tanahnya beragam ), satu SUB PLOT mewakili satu kondisi.Buatlah SUB PLOT lebih
dari satu bila kondisi tanahnya berlereng,buatlah satu sub plot di setiap
bagian lereng (atas,tengah dan lereng bawah).
o Beri tanda dengan tali
dan ikatkan pada patok pada keempat sudut SUB PLOT.
o Amatilah
ada berapa jenis pohon yang tumbuh dalam satu plot,dan berapa jumlahnya. Catat
dalam lembar yang di sediakan.
3.1.3
Faktor
Biotik (Keragaman Anthropoda dalam Ekosistem)
Pada
pengamatan analisis vegetasi dan faktor abiotik dibutuhkan alat, bahan, dan
teknis lapang sebagai berikut :
1)
Alat,Bahan, dan Fungsi
a) Gelas
aqua ,tempat untuk menangkap serangga dalam metode pitfall.
b) Buku
Kunci Determinasi Serangga, untuk mengidentifikasi serangga.
c) Sweepnet,untuk
menangkap serangga secara ayunan.
d) Kantong
Plastik 1 kg,tempat serangga yang tertangkap dengan metode pitfall.
e) Alat
tulis,untuk mencatat hasil pengamatan.
f) Camera,untuk
mendokumentasikan hasil pengamatan.
g) Fial
Film,untuk tempat wadah serangga.
h) Air,sebagai
bahan untuk menangkap serangga dengan metode pitfall.
i) Alkohol
70%,untuk mengawetkan serangga.
j) Sterofoam,untuk
tempat serangga setelah di awetkan.
2) Bahan
a)
Anthropoda, sebagai objek pengamatan
3) Teknis Lapang
o Pemasangan pitfall trap
satu hari sebelum pelaksanaan,pemasangan ini di lakukan dengan metode
pengambilan contoh secara sistematis pada garis diagonal.
o Lalu
serangga yang sudah masuk dalm pitfall di ambil dan di masukkan ke fial
film,sedangkan serangga yang masuk pada swept net di masukkan di plastik.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Perhitungan dan Tabel Pengamatan (Cangar dan
Jatikerto)
4.1.1 Analisis Vegetasi dan Faktor Biotik
a) Jatikerto
Tabel
Identifikasi Tanaman
Lokasi
Jatikerto
No
|
Nama
Vegetasi
|
Jumlah
|
Gambar (Photo)
|
1
|
Tectona grandis
|
2
|
|
2
|
Centrosema pubescens
|
1
|
|
3
|
Celastrus orbiculatus
|
16
|
|
4
|
Eclipta prostrata
|
34
|
|
5
|
Hedyotis corymbosa L.
|
29
|
|
6
|
Mimosa pudica L.
|
1
|
|
Spesies Tectona
grandis
memiliki jumlah 2, spesies Centrosema
pubescens berjumlah 1, spesies Celastrus orbiculatus berjumlah 16, spesies Eclipta prostrata berjumlah
34, spesies Hedyotis corymbosa L. berjumlah 29, dan spesies Mimosa pudica L.memiliki jumlah 1. Jadi populasi yang paling
banyak adalah spesies Eclipta prostrata
dan yang terendah adalah spesies Centrosema
pubescens dan Mimosa
pudica L.
Tabel
Analisis Vegetasi
No
|
Spesies
|
D1
(cm)
|
D2
(cm)
|
Petak contoh ke-
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||
1
|
Tectona
grandis
|
1539
|
450
|
-
|
1
|
-
|
1
|
-
|
2
|
Centrosema pubescens
|
10
|
13
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Celastrus orbiculatus
|
45
|
15
|
5
|
-
|
3
|
1
|
7
|
4
|
Eclipta prostrata
|
30
|
6
|
3
|
5
|
13
|
4
|
9
|
5
|
Hedyotis corymbosa L.
|
20
|
5
|
3
|
-
|
-
|
12
|
14
|
6
|
Mimosa pudica L.
|
15
|
5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dalam setiap petak pengamatan terdapat jumlah vegetasi berbeda. Tumbuhan Tectona grandis terdapat
pada petak kedua dan keempat, tumbuhan Centrosema pubescens terdapat pada petak kesatu, tumbuhan Celastrus orbiculatus terdapat
pada petak kesatu, ketiga, keempat, dan kelima, tumbuhan Eclipta prostrata terdapat pada semua petak, tumbuhan Hedyotis corymbosa L. terdapat pada petak kesatu, keempat dan kelima, dan tumbuhan Putri Malu hanya terdapat pada petak kelima. Jadi jumlah vegetasi yang tertinggi pada lahan tahunan kedua pada lokasi Jatikerto adalah tumbuhan Eclipta
prostrata,
kerapatan vegetasi yang terendah adalah tumbuhan Mimosa pudica L.dan tumbuhan Centrosema pubescens. Tinggi dan lebar tajuk di dominasi oleh Tanaman Tectona grandis dengan tinggi 15,39 dan lebar 4,5 meter. Sedangkan yang terpendek
dan tersempit adalah tumbuhan Mimosa pudica L. dengan tinggi 15 dan lebar 5 cm.
Tabel Pengamatan Suhu Udara, Kelembaban, dan Radiasi
Matahari
No
|
Lokasi
|
Suhu (0C)
|
RH (%)
|
RM (Lux)
|
BN = Bawah Naungan
LN = Luar Naungan
DN = Dalam Naungan
|
1
|
Jatikerto
|
31,9
|
50
|
BN 1
|
|
|
LN 20
|
Dari
tabel di atas
dapat diketahui bahwa suhu pada lahan tahunan kedua khususnya dibawah naungan pohon yaitu 31,90 C dan kelembapannya 50%.
Tabel
Perhitungan SDR
No
|
Spesies
|
Kerapatan
|
Frekuensi
|
LBA
|
Dominansi
|
IV (%)
|
SDR (%)
|
|||
Mutlak
|
Nisbi (%)
|
Mutlak
|
Nisbi (%)
|
Mutlak
|
Nisbi (%)
|
|||||
1
|
Tectona grandis
|
0,4
|
2
|
0,4
|
12,5
|
1102,8
|
44,11
|
85,7
|
100,2
|
33,4
|
2
|
Centrosema pubescens
|
0,2
|
1
|
0,2
|
6,25
|
20,7
|
0,82
|
1,59
|
8,84
|
2,9
|
3
|
Celastrus orbiculatus
|
3,2
|
17
|
0,8
|
25
|
107,5
|
4,3
|
8,3
|
50,3
|
16,7
|
4
|
Eclipta prostrata
|
8,8
|
47
|
1
|
31,25
|
28,6
|
1,14
|
2,21
|
80,46
|
26,82
|
5
|
Hedyotis corymbosa L.
|
5,8
|
31
|
0,6
|
18,75
|
15,9
|
0,63
|
30,89
|
80,64
|
26,88
|
6
|
Mimosa pudica L.
|
0,2
|
1
|
0,2
|
6,25
|
11,9
|
0,47
|
23,12
|
30,37
|
10,12
|
Dari
tabel di atas dapat diperoleh kerapatan
mutlak tertinggi terdapat
pada spesies Eclipta
prostrata dengan
nilai 8,8, sedangkan kerapatan mutlak terendah terdapat
pada spesies Centrosema
pubescens dan
Mimosa
pudica L.dengan
nilai 0,2 . Kerapatan Nisbi tertinggi terdapat
pada spesies Eclipta
prostrata dengan
nilai 47, sedangkan kerapatan nisbi terendah terdapat
pada spesies Centrosema
pubescens dan
Mimosa
pudica L.dengan
nilai 1. Selanjutnya Frekuensi mutlak tertinggi terdapat
pada spesies Eclipta
prostrata dengan
nilai 1, sedangkan Frekuensi mutlak terendah terdapat
pada spesies Centrosema
pubescens dan
Mimosa
pudica L. dengan
nilai 0,2. Frekuensi Nisbi tertinggi terdapat
pada spesies Eclipta
prostrata dengan
nilai 31,25, sedangkan Frekuensi Nisbi terendah terdapat
pada spesies Centrosema
pubescens dan
Mimosa
pudica L.dengan
nilai 6,25. Luas basal area tertinggi
terdapat pada spesies Tectona grandis dengan nilai 1102,8 dan
terendah terdapat pada spesies Mimosa pudica L.dengan
nilai 11,9. Dominansi Mutlak tertinggi terdapat
pada spesies jati
dengan nilai 44,11 , sedangkan Dominansi Mutlak
terendah terdapat pada spesies Mimosa pudica L.dengan
nilai 0,47. Dominansi Nisbi tertinggi terdapat
pada spesies Tectona grandis dengan nilai 85,7 sedangkan
Dominansi Nisbi terendah terdapat
pada spesies Centrosema
pubescens dengan
nilai 1,59.
Nilai penting
tertinggi terdapat pada spesies Jati
dengan nilai 100,2 , sedangkan yang terendah terdapat pada spesies Centrosema
pubescens dengan
nilai 8,84. Dan Summed Dominance Ratio atau SDR
tertinggi terdapat
pada spesies Hedyotis
corymbosa L. dengan
nilai 26,88 sedangkan SDR terendah terdapat pada spesies Centrosema
pubescens dengan
nilai 2,9.
b) Cangar
Tabel
Identifikasi Tanaman
Lokasi Cangar
No
|
Nama
Vegetasi
|
Jumlah
|
Gambar (Photo)
|
1
|
Centrosema pubescens
|
96
|
|
2
|
Axonopus Compressus
|
97
|
|
3
|
Casuarina junghuiniana
|
1
|
|
4
|
Centella
asiatica
|
13
|
|
5
|
Leersia hecandra
|
142
|
|
Spesies Centrosema pubescens
terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 96 tumbuhan , Spesies Axonopus Compressus terdapat pada setiap
plot dan memiliki jumlah 97 tumbuhan, Spesies Casuarina junghuiniana
terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 1
tumbuhan,Spesies Centella asiatica terdapat pada setiap
plot dan memiliki jumlah 13 tumbuhan, Spesies Leersia hecandra
terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 142 tumbuhan. jadi Spesies yang
paling sering dijumpai disetiap plot adalah spesies Leersia hecandra,
sedangkan spesies yang paling jarang dijumpai adalah spesies Casuarina junghuiniana.
Tabel analisis
vegetasi cangar tahunan
No
|
Spesies
|
D1 (cm)
|
D2 (cm)
|
petak contoh ke-
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||||||
1
|
Centrosema
pubescens
|
33
|
44
|
28
|
50
|
10
|
3
|
5
|
||
2
|
Axonopus compressus
|
79.5
|
67
|
17
|
32
|
8
|
15
|
25
|
||
3
|
Casuarina
junghuiniana
|
650
|
178
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
4
|
Centella
asiatica
|
44
|
23
|
8
|
-
|
-
|
5
|
-
|
||
5
|
Leersia hecandra
|
44
|
45
|
42
|
17
|
19
|
44
|
20
|
||
Spesies Centrosema pubescens
terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 96 tumbuhan , Spesies Axonopus Compressus terdapat pada setiap
plot dan memiliki jumlah 97 tumbuhan, Spesies Casuarina junghuiniana
terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 1
tumbuhan,Spesies Centella asiatica terdapat pada setiap
plot dan memiliki jumlah 13 tumbuhan, Spesies Leersia hecandra
terdapat pada setiap plot dan memiliki jumlah 142 tumbuhan. jadi Spesies yang
paling sering dijumpai disetiap plot adalah spesies Leersia hecandra,
sedangkan spesies yang paling jarang dijumpai adalah spesies Casuarina junghuiniana.
Untuk D1 dan D2 pada spesies Centrosema pubescens adalah 33 dan 44,
untuk spesies Axonopus
compressus adalah 79.5 dan 67, untuk spesies Casuarina junghuiniana
adalah 650 dan 178, pada spesies Centella asiatica adalah 44 dan 23, dan
untuk spesies Leersia
hecandra adalah 44 dan 45. Jadi nilai D1 dan D2
yang paling tinggi nilainya adalah spesies Casuarina junghuiniana dan
yang paling rendah adalah spesies Centrosema pubescens
.
Tabel pengamatan suhu udara, kelembaban
dan radiasi matahari
N0
|
Lokasi
|
Suhu
(0C)
|
RH
(%)
|
RM(Lux)
|
Keterangan
|
1
|
Cangar
lahan semusim
|
27,3
|
53
|
DN
: 28
|
DN
: Dalam naungan
LN
: Luar naungan
|
|
|
|
|
LN
: 152
|
Cangar lahan tahunan memiliki suhu
rata-rata 27.7 dengan kelembaban 53% dan memiliki radiasi matahari dalam
naungan 28 lux dan luar naungan 152 lux.
Tabel perhitungan SDR
No
|
Spesies
|
Kerapatan
|
Frekuensi
|
LBA
|
Dominansi
|
IV
(%)
|
SDR
(%)
|
|||
Mutlak
|
Nisbi
(%)
|
Mutlak
|
Nisbi
(%)
|
Mutlak
|
Nisbi
(%)
|
|||||
1
|
Centrosema
pubescens
|
19.2
|
27
|
1
|
27.7
|
56.76
|
25.22
|
0.4
|
55.1
|
18.36
|
2
|
Axonopus
compressus
|
19.4
|
28
|
1
|
27.7
|
838.92
|
134.19
|
1.8
|
57.5
|
19.16
|
3
|
Casuarina
junghuiniana
|
0.2
|
0.2
|
0.2
|
5.5
|
22675
|
7176.9
|
95
|
101
|
33.56
|
4
|
Centella
asiatica
|
2.6
|
3.8
|
0.4
|
11.1
|
159.39
|
102.01
|
1.5
|
16.4
|
5.4
|
5
|
Leersia
hecandra
|
28.4
|
41
|
1
|
27.7
|
311.85
|
99.792
|
1.3
|
70
|
23.3
|
Kerapatan paling
tinggi terdapat pada spesies Leersia
hecandra dengan jumlah kerapatan mutlak 28.4 dan kerapatan nisbi 41%,
sedangkan kerapatan paling rendah adalah spesies Casuarina junghuiniana dengan kerapatan mutlak 0.2 dan kerapatan
nisbi 0.2%. Untuk frekuensi yang paling tinggi adalah spesies Centrosema pusbescans, Axonous compressus
dan Leersia hecandra dengan frekuensi
mutlak 1 dan frekuensi nisbi 27.7%. Dominansi yang paling tinggi adalah spesies
Casuarina junghuiniana dengan
dominansi mutlak 7176.98 dan dominansi nisbi 95%. Luas basal Area (LBA) dari
kelima tanaman tersebut yang paling tinggi adalah LBA dari spesies Casuarina junghuiniana denagn nilai
22675, sedangkan yang paling rendah LBA-nya adalah Centrosema pusbescans nilai 5.5. Dan untuk presentase IV dan SDR
yang paling tinggi adalah Casuarina
junghuiniana dengan nilai presentase 101% dan 33.56%, sedangkan yang
terendah adalah Centella asiatica dengan
nilai presentase 16.4% dan 5.4%.
4.1.2 Biomassa Pohon dan Faktor Abiotik
a. Jatikerto(Dilampirkan dalam lembar tersendiri)
b. Cangar (Dilampirkan dalam lembar tersendiri)
4.1.3 Faktor Biotik
a.
Jatikerto
Nama Lokasi :
Jatikerto
Jenis Penggunaan Lahan/ Pola Tanam : Tanaman Tahunan
Tanggal/Bulan/Tahun :
23 Oktober 2011
Ukuran Plot :
5m x 5m
No
|
Gambar
|
Klasifikasi
|
Bioekologi
(Daur/siklus
hidup
Peran,
Habitat
dan Perilaku)
|
1
|
Gambar Literatur
Gambar Hasil Pengamatan
|
Kingdom:Animalia
Filum: Arthropoda Kelas:Insecta
Famili : Acrididae
Genus : Oxya
Spesies:
Oxya chinensis
|
1.
Siklus
/ Daur Hidup
Belalang
mengalami siklus hidup ( metamorfosis tidak sempurna ), yang di mulai dari :
Telur
– Nimfa 1 – Nimfa 2 – Nimfa 3 – Nimfa 4 – Imago ( Dewasa )
-
Telur
-
Nimfa,
ialah serangga muda yang mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya.
Dalam fase ini serangga muda mengalami pergantian kulit.
-
Imago
(dewasa), ialah fase yang ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh
dengan baik, termasuk alat perkembangbiakan serta sayapnya.
2.
Habitat
Tampaknya
species ini lebih menyenangi hinggap di permukaan tanah, di rerumputan,
dibanding dengan hinggap di helai daun-daun tumbuhan.
3.
Peran
/ Perilaku
Menguntungkan
: Membantu Penyerbukan pada tanaman
Merugikan
: Memakan / merusak bagian
dari
tanaman tersebut, sehingga
membuat tanaman tersebut menjadi
tidak
bisa hidup dengan normal dan
bahkan mati.
|
|
Belalang
(Oxya
chinensis)
|
Jumlah = 1
|
|
2
|
Gambar Literatur
Gambar Hasil Pengamatan
|
Famili: Gryllidae
Genus: Gryllus
Spesies: Gryllus assimilis
|
1. Siklus
Hidup
telur – larva – imago
-
Telur
-
Larva, ialah serangga muda yang mempunyai
sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga muda
mengalami pergantian kulit.
-
Imago (dewasa), ialah fase yang ditandai
telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat
perkembangbiakan serta sayapnya.
2. Peran
/ Perilaku
-
Sebagian besar sebagai perusak tanaman
-
beberapa sebagai predator
3. Habitat
Habitat di areal pertanaman
budidaya,lingkungan rumah.
|
|
Jangkrik
(Gryllus assimilis)
|
Jumlah = 2
|
No
|
Gambar
|
Klasifikasi
|
Bioekologi
(Daur/siklus
hidup
Peran,
Habitat dan Perilaku)
|
3.
|
Gambar
Literatur
Gambar
Hasil Pengamatan
|
Kingdom
:Animalia
Fillum
: Arthropoda
Kelas
: Arachnida
Ordo :
Araneae
Famili : Araneaceae
Genus : Cyclosa
Spesies:
Cyclosa sp
|
1.
Siklus Hidup
Telur – larva – imago
Pada
musim semi, sebagian besar laba-laba bertelur. Bentuk telurnya membulat
dengan diameter kira-kira 1 mm dan jumlahnya bervariasi sesuai dengan
jenisnya. Laba-laba betina mengeluarkan semua telurnya pada saat yang dan
membuat "kokon" tunggal (selubung yang terbuat dari benang-benang
halus untuk melindungi telur). Untuk melindungi kokonnya, beberapa laba-laba
menyembunyikannya dalam tumbuhan atau di bawah batuan, dan induknya menjaga
didekatnya. Pada laba-laba jenis lain, si betina lebih suka membawa kokon
berisi telur seperti ransel. Pada laba-laba jenis tertentu, setelah telur
menetas, anak-anak laba-laba memanjat punggung induknya dan ikut bersamanya
selama tahap awal perkembangan.
Pada
umunya, laba-laba mengalami pertumbuhan langsung. Karena itu, bayi laba-laba
sangat serupa dengan laba-laba dewasa. Akan tetapi jika telur terbuka, laba-laba
yang baru lahir sebagian besar tidak mempunyai pertahanan dan beberapa bagian
tubuhnya belum ada, misalnya laba-laba yang baru lahir belum bermata dan
kakinya belum dapat digunakan. Jika telur menetas, larva kecil dan belum
dapar bergerak muncul dan bertahan hidup dari persediaan makanan. Kemudian
larva tersebut menjadi nimfa, yang mampu mencari makanan sendiri. Dalam dalam
perkembangan dan selama hidupnya dapat berganti kulit 5 sampai 10 kali, serta
biasanya selama berganti kulit mereka bergantung terbalik.
2. Peran
dan Perilaku
-
Membuat jarring berbentuk lingkaran di
taju daun,
-
Memangsa hewan yang menempel pada jarringnya.
3. Habitat
Di atas pohon, dan biasanya di dalam goa.
|
|
Laba-laba
( Cyclosa sp )
|
Jumlah
= 1
|
No.
|
Gambar
|
Klasifikasi
|
Bioekologi
(Daur/siklus
hidup
Peran,
Habitat
dan Perilaku)
|
4.
|
Gambar
Literatur
Gambar H asil
Pengamatan
|
Kerajaan:
Animalia
Filum : Arthropoda
Upafilum:
Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili :Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Spesies : N. lugens
|
1.
Daur hidup
Satu betina wereng coklat mampu bertelur 100
hingga 500 butir telur yang diletakkan berkelompok dengan masing masing
kelompok antara 3 sampai 21 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk menetaskan
telur wereng antara 7 sampai 10 hari. Setelah itu telur wereng coklat akan
menetas membentuk nimfa yang berumur antara 12 hingga 15 hari. Berakhirnya
fase nimfa akan membentuk wereng dewasa atau disebut imago.
2.
Habitat
Persawahan, biasanya menyerang tanaman padi.
3.
Peran dan Perilaku
-Merusak tanaman padi
|
|
Wereng
Coklat
(Nilaparvata lugens )
|
Jumlah
= 1
|
(
Anonymous, 2011 )
Dari hasil praktikum Ekologi Pertanian
yang di lakukan di Jatikerto pada tanaman tahunan dapat diketahui bahwa
terdapat berbagai macam spesies serangga yang ada di sana. Yaitu terdapat Jangkrik
(Gryllus assimilis),Laba-laba (Cyclosa sp), Belalang (Oxya chinensis ) dan wereng coklat ( Nilaparvata lugens). Serangga yang paling banyak dijumpai
yaitu jangkrik (Gryllus
assimilis ) sebanyak 2 spesies.
Pengaruh
dari keragaman spesies serangga dalam ekosistem yaitu dimana serangga tersebut
di uraikan atau di bagi ke dalam 3 bagian yaitu Hama, Predator, dan Parasitoid.
Yang mana dapat dijelaskan bahwa hama merupakan binatang atau sekelompok
binatang yang pada tingkat populasi tertentu menyerang tanaman budidaya
sehingga dapat menurunkan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas dan
secara ekonomis merugikan .Contohnya yaitu serangga tikus pada tanaman padi
yang menyebabkan gagal panen.Pada praktikum lapang telah menemukan hama yaitu
wereng dan belalang. Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan
memakan atau memangsa binatang lainnya.Predator bisa disebut juga dengan musuh
alami. Contohnya Jangkrik
(Gryllus assimilis) yang memangsa
kutu daun (Aphid sp).Pada praktikum lapang menemukan Jangrkik dan laba-laba.
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang arthropoda
lain.Parasitoid bersifat parasitic pada fase pradewasa dan pada fase dewasa
mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Contohnya Diadegma insulare yang merupakan parasitoid telur dari Plutella xylostela. Pada praktikum tidak
menemukan Parasitoid.
b. Cangar
Nama Lokasi :
Cangar
Jenis Penggunaan Lahan/ Pola Tanam : Tanaman Tahunan
Tanggal/Bulan/Tahun :
23 Oktober 2011
Ukuran Plot :
5m x 5m
No
|
Gambar
|
Klasifikasi
|
Bioekologi
(Daur/siklus
hidup
Peran,
Habitat
dan Perilaku)
|
1
|
Gambar Literatur
Gambar Hasil Pengamatan
|
Kingdom:
Animalia
Filum: Artropoda Kelas: Insekta Ordo: Ortophtera
Famili : Acrididae
Genus : Valanga
Spesies:
Valanga N.
|
1.
Siklus / Daur Hidup
Belalang mengalami siklus hidup ( metamorfosis tidak
sempurna ), yang di mulai dari :
Telur – Nimfa 1 – Nimfa 2 – Nimfa 3 –
Nimfa 4 – Imago ( Dewasa )
-
Telur
-
Nimfa, ialah serangga muda yang
mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga
muda mengalami pergantian kulit.
-
Imago (dewasa), ialah fase yang
ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat
perkembangbiakan serta sayapnya.
2.
Habitat
Tampaknya species ini lebih menyenangi hinggap di
permukaan tanah, di rerumputan, dibanding dengan hinggap di helai daun-daun
tumbuhan.
3.
Peran / Perilaku
Menguntungkan : Membantu Penyerbukan pada tanaman
Merugikan : Memakan / merusak bagian
dari tanaman tersebut, sehingga
membuat tanaman
tersebut menjadi
tidak bisa hidup dengan normal dan
bahkan mati.
|
|
Belalang
Kayu (Valanga nigricornis)
|
Jumlah = 1
|
|
2
|
Gambar Literatur
Gambar Hasil Pengamatan
|
Kingdom:Animalia
Filum: Arthropoda Kelas:Insecta
Famili : Acrididae
Genus : Oxya
Spesies:
Oxya chinensis
|
1. Siklus
Hidup
Belalang mengalami siklus hidup ( metamorfosis tidak
sempurna ), yang di mulai dari :
Telur – Nimfa 1 – Nimfa 2 – Nimfa 3 – Nimfa 4 – Imago (
Dewasa )
-
Telur
-
Nimfa, ialah serangga muda yang
mempunyai sifat dan bentuk sama dengan dewasanya. Dalam fase ini serangga
muda mengalami pergantian kulit.
-
Imago (dewasa), ialah fase yang
ditandai telah berkembangnya semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat
perkembangbiakan serta sayapnya.
2.
Habitat
Spesies ini lebih banyak di temukan pada daerah daera
yang memiliki kelembaban yang tinggi dan penyinaran matahari yang rendah.
Contohnya dihutan yang memiliki semak yang banyak dan kelembabannya tinggi.
3.
Peran / Perilaku
Menguntungkan : Membantu Penyerbukan pada tanaman
Merugikan : Memakan / merusak bagian
dari tanaman tersebut, sehingga
membuat tanaman
tersebut menjadi
tidak bisa hidup dengan normal dan
bahkan mati.
|
|
Belalang
Hijau
(Oxya chinensis)
|
Jumlah = 2
|
|
|
No
|
Gambar
|
Klasifikasi
|
Bioekologi
(Daur/siklus hidup
Peran,
Habitat dan Perilaku)
|
3.
|
Gambar
Literatur
Gambar
Hasil Pengamatan
|
Kingdom
:Animalia
Fillum
: Arthropoda
Kelas
: Arachnida
Ordo :
Araneae
Famili : Araneaceae
Genus : Cyclosa
Spesies:
Cyclosa sp
|
1. Siklus
Hidup
Telur – larva - imago
2. Peran
dan Perilaku
-
Membuat jarring berbentuk lingkaran di taju
daun,
-
Memangsa
hewan yang menempel pada jarringnya.
3. Habitat
Di atas pohon, dan biasanya di dalam goa.
|
|
Laba-laba
(Cyclosa sp)
|
Jumlah
= 1
|
No.
|
Gambar
|
Klasifikasi
|
Bioekologi
(Daur/siklus
hidup
Peran,
Habitat
dan Perilaku)
|
4.
|
Gambar
Literatur
Gambar
Hasil Pengamatan
|
Kerajaan:
Animalia
Fillum: Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : --
Famili :
Achatinidae
Genus : Vaginula
Spesies: Vaginula sp
|
1.
Daur hidup
Walaupun
Gastropoda merupaka organisme hemaprodit, agar terjadi reproduksi tetap
diperlukan dua individu. Reproduksi dimulai ketika dua Gastropoda saling
mendekat dan saling memasukkanpenis masing-masing ke lubang kelamin
pasangannya untuk memindahkan sperma. Setelah itu keduanya berpisah dan
masing-masing Gastropoda meletakkan telur yang telah dibuahi dan dilindungi
oleh zat gelatin pada tempat yang gelap.
Telur yang dibuahi akan terlindung oleh cangkang kapur, diletakkan di atas bebatuan atau sampah. Karena pengaruh suhu lingkungan, telur akan menetas. Ketika masih berbentuk larva, tubuh Gastropoda bersimetri bilateral, tetapi setelah dewasa tubuhnya mengalami pembengkokan sehingga menjadi tidak simetri (asimetri).
2. Habitat
Persawahan, biasanya menyerang
tanaman padi.
3. Peran dan Perilaku
Peran
siput dalam ekosistem adalah sebagai hama yang memangsa daun tanaman.
|
|
Siput tak bercangkang
(Vaginula sp)
|
Jumlah:
1
|
(
Anonymous, 2011 )
Faktor
biotik adalah faktor penyusun ekosistem berupa makhluk hidup. Dalam pembahasan
ini di uraikan mengenai keragaman arthropoda pada ekosistem di lahan tahunan
pada daerah Cangar. Cangar merupakan daerah yang berada di daerah dataran
tinggi yang kondisi iklim mikronya berbeda dengan di dataran rendah. Dalam
mengidentifikasi keberagaman ekosistem di lahan berpetak yang berukuran 5 x 5 m
di gunakan 2 cara untuk pengambilan spesimennya yaitu dengan menggunakan
perangkap (pitfall) dan dengan jaring (swift net). Perangkap pitfall di pasang
satu hari sebelum di lakukan pengambilan spesimennya. Pitfaal berupa wadah uang
diisi dengan air atau larutan air yang dicampur dengan sabun yang diletakkan
pada tepi plot. Sedangkan swift net dii gunakan secara manual, sebelum analisis
vegetasi, biomassa dan lain-lain terlebih dahulu dilakukan pengambilan spesimen
arthropoda supaya arthropda yang berada pada plot tersebut tidak pergi. Tata
cara penggunaan swift net dilakukan dengan mengaynkan swift net bolak-balik.
Dari hasil praktikum Ekologi Pertanian
yang di lakukan di Cangar pada tanaman tahunan dapat diketahui bahwa terdapat
berbagai macam spesies serangga yang ada di sana. Yaitu terdapat : Belalang kayu
(Valanga nigricornis),
Siput tak bercangkang (Vaginula sp), Laba-laba
(Cyclosa sp), dan Belalang hijau (Oxiya chinensis).
Pengaruh
dari keragaman spesies serangga dalam ekosistem yaitu dimana serangga tersebut
di uraikan atau di bagi ke dalam 3 bagian yaitu Hama, Predator, dan Parasitoid.
Yang mana dapat dijelaskan bahwa hama merupakan binatang atau sekelompok
binatang yang pada tingkat populasi tertentu menyerang tanaman budidaya
sehingga dapat menurunkan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas dan
secara ekonomis merugikan .Contohnya yaitu serangga tikus pada tanaman padi
yang menyebabkan gagal panen.Pada praktikum lapang tidak menemukan hama
.Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan memakan atau memangsa
binatang lainnya.Predator bisa disebut juga dengan musuh alami. Contohnya Jangkrik (Nama Latin) yang memangsa kutu daun (Aphid sp).Pada praktikum lapang menemukan Jangrkik dan kutu daun. Parasitoid
merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang arthropoda
lain.Parasitoid bersifat parasitic pada fase pradewasa dan pada fase dewasa
mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya. Contohnya Diadegma insulare yang merupakan parasitoid telur dari Plutella xylostela. Pada praktikum tidak
menemukan Parasitoid.
Peranan belalang dalam ekositem di lahan adalah sebagai hama
yang meangsa ndaun daun tanaman, yang dapat merugikan secara ekonomis. Belalang
menyerang pada spesies tanaman tertentu yang merupakan inang kesukaan belalang.
Pengendalian belalang sendiri dapat dilakukukan secara mekanis, biologis dan
kimia. Pengendalian secara mekanis dilakukan secara manual yaitu pengambilan
hama dilahan dengan menggunakan tangan atau alat kemudian di matikan
Pengendalian secara biologis dilakuak dengan memanfaatkan musuh alaminya yaitu
beriupa burung, iguana ataupun bunglon. Sedangkan pengendalian secara kimia
dilakukan dengan menggunakan pestisida jenis insektisida dengan pengendalian sesuai
ambang ekonomisnya. Tetapi penggunaan insektisida dapat berpengaruh negatif
pada lingkungan dan organisme lain yang ada di lingkungan.Peranan belalang pedang dalam ekosistem adalah sebagai
musuh alami yaitu memangsa binatang-binatang kecil seperti wereng, kutu daun
dan sebagainya, tetapi belalang pedang juga memakan daun tumbuhan sebagai
makanan utamanya. Peranan siput tanpa rumah dalam ekosistem adalah sebagai
hama, tetapi hama dalam kelas ringan atau serangannya tidak terlalu berpengaruh
terhadap tanaman.
4.2 Pembahasan (Perbandingan Agroekosistem Cangar
dan Jatikerto)
4.2.1 Analisis Vegetasi dan Faktor Abiotik
Dengan membandingkan hasil pengamatan
vegetasi dari Cangar Tahunan dengan Jatikerto Tahunan, telah didapatkan hasil
yaitu jumlah vegetasi cangar lebih banyak dari pada jatikerto. Namun
daerah cangar vegetasinya cenderung lebih banyak tanaman semak,sedangkan
jatikerto cenderung lebih banyak pohon dan keanekaragaman di Jatikerto lebih
banyak dari pada di Cangar. Untuk tingkat kerapatan apabila dilihat dari jumlah
spesies, lahan cangar kerapataannya lebih tinggi dari pada lahan jatikerto. Dan
untuk hasil jumlah SDR yang paling tinggi adalah daerah Cangar.
Hal itu bisa terjadi karena ada pengaruh dari faktor abiotik.
Faktor abiotik yang berpengaruh meliputi:
a) Perubahan iklim
Vegetasi pada suatu daerah sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada
ketinggian yang berbeda-beda. Suhu secara perlahan menurun sejalan
dengan
ketinggian yang
meningkat, sehingga pada gunung-gunung yang tinggi, memiliki suhu yang rendah.
Jadi perkembangan dan pertumbuhan tanaman tergantung pada perubahan iklim yang
terjadi pada daerah tersebut. Pada daerah Cangar memiliki jumlah Vegetasi yang
banyak karena daerah Cangar memiliki perubahan iklim yang rata-rata dingin atau
rendah suhunya, leh karena itu jumlah vegetasi Cangar lebih banyak dari pada
Jatikerto.
b) Suhu
Pada suhu yang rendah pada suatu
daerah menyebabkan tingkat kelembaban rendah, sehingga penyebaran dan
perkembangan tanaman sangat baik dan jumlah vegetasi banyak. Daerah Cangar
memiliki suhu yang rendah oleh karena itu Cangar memiliki jumlah vegetasi yang
relative banyak dari pada Jati Kerto yang bersuhu tinggi.
c) Kelembaban
Tingkat kelembaban mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Apabila kelembaban tinggi maka pertumbuhan
dan perkembangan cendrung cepat, begitu pula sebaliknya, semakin rendah
kelembabannya maka pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan baik dan lambat.
Daerah Jatikerto memiliki kelembaban yang lebih rendah dari pada daerah Cangar,
sehingga perkembangan dan pertumbuhan tanaman di Cangar lebih baik dari pada
Jatikerto.
d) Tanah dan
Topografi
Perbedaan antar tipe hutan dalam
skala lokal terkait dengan kondisi topografi dan edafik dari hutan yang
bersangkutan. Untuk daerah pegunungan faktor lingkungan utama yang
mengendalikan pola penyebaran vegetasi adalah ketinggian tapak dari permukaan
laut. Cangar memiliki penyebaran yang lebih merata dari pada Jatikerto karena
daerah Cangar berada pada daerah pegunungan dan ketinggiannya lebih tinggi dari pada Jatikerto.
4.2.2 Biomassa Pohon dan Faktor Abiotik
Berdasarkan hasil BK pada lokasi pengamatan Jatikerto dan Cangar, didapatkan hasil
yang lebih tinggi tingkat biomassanya pada lokasi Cangar yaitu 1288,8528
kg/pohon, dan dibandingkan dengan lokasi Jatikerto yaitu 222,43 kg/pohon.
Mengapa hal di` atas dapat terjadi, hal tersebut terpengaruh dari
komposisi penyusun banyaknya individu dari suatu jenis pohon tiap lokasi dan
dengan dilakukannya pengukuran faktor fisik yang meliputiketinggian, koordinat,
suhu udara, dan kelembaban udara. Sebagai permisalan pada kondisi fisik
lingkungan seperti kelembaban sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
penyebaran biji.
Beragamnya
jumlah Famili yang didapatkan tiap lokasi mungkin disebabkanoleh kondisi
lingkungan yang sangat khas pada dataran tinggi (Cangar) dibandingkan pada dataran
rendah (Jatikerto). Di mana pada dataran tinggi ini terjadi perubahan
faktor-faktor lingkungan seiring dengan meningkatnyaketinggian tempat, seperti
keadaan tanahnya. Edwards et al, (1990), dalam Monk etal,
(2000), menyatakan distribusi jenis-jenis tumbuhan menurut ketinggian
tempatberkaitan dengan perubahan jenis tanah. Perubahan penting pada tanah
karenaperubahan ketinggian adalah penurunan pH, peningkatan karbon organik
danpenurunan kedalaman perakaran. Variasi jumlah tersebut dapat juga disebabkan
oleh kondisi iklim yang berubah seiring dengan naiknya ketinggian tempat.
Jenis pepohonan yang tumbuh sangat miskin akan jenis tetapi kaya akan
epifit. Pohon ini mempunyai satu stratum, dimana semakin tinggi dari permukaan
air laut semakin rendahlah pohon-pohon yang dijumpai. Faktor-faktor abiotik
diatas mempengaruhi jumlah vegetasi yang hidup didaerah tersebut, apabila
jumlah vegetasinya banyak maka kandungan karbon dalam tanah pun banyak yang
tersimpan.
Sehingga,
didapatkan pokok pembahsan berdasarkan hasil penelitian yang diketahui bahwa
biomassa pohon pada Cangar dan Jatikerto memiliki komposisi yang berbeda.
Variasi dan keberadaan jenis pada tiap lokasi tersebut tidak terlepas dari
adanya pengaruh faktor lingkungan, iklim dan faktor tanah. Pada daerah Cangar
memiliki kandungan karbon yang tinggi dari pada daerah jatikerto karena
biomassanya tinggi dan jumlah vegetasinya banyak karena pengaruh faktor abiotik
cenderung berdampak positive pada perkembangan dan pertumbuhan didaerah
tersebut.
4.2.3 Faktor Biotik (Keragamaan Arthropoda pada Agroekosistem)
Keragamanarthropoda pada masing-masing wilayah
berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan dari lingkungan, jenis vegetasi,
kerapatan vegetasi, musuh alami dan
iklim mikro di dalam ekosistem. Pada
praktikum di lakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu pada dataran tinggi (Cangar) dan dataran rendah (Jatikerto).Dari
hasil pengamatan pada tanggal 23 Oktober 2011 didapatka hasil data sebagai
berikut ; Jatikerto mendapatkan hasil arthropoda sejumlah 4 spesies yaitu
belalang coklat, jangkrik, laba-laba, dan wereng. Sedangkan di Cangar
mendapatkan 4
spesies yaitu belalang kayu,
belalang hijau, siput tanpa rumah, dan laba-laba.Dari data diatas dapat di simpulkan bahwa
keragaman arthropoda di daerah Cangar lebih beragam dibandingkan dengan
keragaman arthropoda di daerah Jatikerto. Perbedaan keragaman tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor biotik yaitu:
a) Jumlah
dan keragaman Vegetasi. Semakin banyak dan baeragam suatu vegetasi maka smakin
banyak keragaman arthropodanya.
b) Musuh
Alami. Semakin rendah populasi nusuh alami dari arthropoda maka semakin banyak
populasi arthropoda semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Musuh alami bisa
berupa predator, parasitoid dan patogen(entomologi).
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dengan membandingkan hasil pengamatan
vegetasi dari Cangar Tahunan dengan Jatikerto Tahunan, telah didapatkan hasil
yaitu jumlah vegetasi cangar lebih banyak dari pada jatikerto. Namun
daerah cangar vegetasinya cenderung lebih banyak tanaman semak,sedangkan
jatikerto cenderung lebih banyak pohon. Hal itu bisa terjadi karena ada pengaruh dari faktor abiotik.
Faktor abiotik yang berpengaruh meliputi, perubahan iklim, suhu, kelembaban
tanah, tanah dan topografi.
2. Berdasarkan hasil BK pada lokasi pengamatan Jatikerto dan Cangar, didapatkan hasil
yang lebih tinggi tingkat biomassanya pada lokasi Cangar yaitu 1288,8528
kg/pohon, dan dibandingkan dengan lokasi Jatikerto yaitu 222,43 kg/pohon.
Mengapa hal di atas dapat terjadi, hal tersebut terpengaruh dari komposisi
penyusun banyaknya individu dari suatu jenis pohon tiap lokasi dan dengan
dilakukannya pengukuran faktor fisik yang meliputiketinggian, koordinat, suhu
udara, dan kelembaban udara.
3. Keragaman arthropoda pada
masing-masing wilayah berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan dari lingkungan,
jenis vegetasi, kerapatan vegetasi dan iklim mikro di dalam ekosistem.Pada
praktikum di lakukan di dua lokasi yang berbeda yaitu pada datarn tinggi
(Cangar) dan dataran rendah (Jatikerto).Dari
hasil pengamatan pada tanggal 23 Oktober 2011 didapatka hasil data sebagai
berikut ; Jatikerto mendapatkan hasil arthropoda sejumlah 4 spesies yaitu
belalang coklat, jangkrik, laba-laba, dan wereng. Sedangkan di Cangar
mendapatkan 5 spesies yaitu belalang coklat, belalang pedang, siput tanpa rumah, laba-laba, dan
kutu-kutuan.Dari data diatas dapat di simpulkan bahwa keragaman jumlah
arthropoda di daerah Cangar lebih beragam dibandingkan dengan keragaman arthropoda
di daerah Jatikerto. Perbedaan keragaman tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu faktor biotik yaitu:Jumlah dan keragaman
Vegetasi, dan musuh alaminya.
5.2 Saran
1. Pada setiap lahan tanam, sering dijumpai gulma.
Untuk mengatasi gulma, kita bisa menggunakan sistem tanam polikultur dengan
memanfaatkan timun sebagai pengendali gulma karena timun merupakan tanaman
allelopati yang bisa mengeluarkan cairan untuk mematikan gulma di sekitarnya.
2. Diharapkan untuk praktikum ataupun fieldtrip
selanjutnya, alat dan bahan lebih dipersiapkan secara maksimal. Jika memang
dibutuhkan alat dan bahan tersebut, maka harus tersedia pada saat hari
praktikum ataupun fieldtrip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar